Analisis Mengapa Lionel Messi Jalani Start Terburuk dalam 15 Tahun Kariernya

"Ada dua faktor yang menyebabkan Messi belum bisa menjawab tantangan fans PSG. Apa itu?"

Analisis | 06 November 2021, 19:42
Analisis Mengapa Lionel Messi Jalani Start Terburuk dalam 15 Tahun Kariernya

Libero.id - Ketika anda ditanya siapa pemain terbaik dunia saat ini? Kemungkinan besar anda akan menyebut  Lionel Messi. Pasalnya, La Pulga adalah satu-satunya pemain sepakbola di dunia yang meraih enam Balon d'Or.

Meski menyandang status pemain terbaik dunia, tidak berarti Messi selalu berada di atas. Ada kalanya dia sedang tidak bagus. Contohnya, pada awal musim ini ketika dirinya bergabung dengan Paris Saint-Germain (PSG). Hampir tiga bulan bermain, megabintang Argentina masih kesulitan memburu gol pertamanya di Ligue 1.

Ini aneh. Sebab, Messi terbukti moncer di Liga Champions. Dirinya telah mencetak tiga gol dalam tiga pertandingan di kompetisi elite Eropa tersebut. Bahkan, dia memperkenalkan dirinya secara resmi kepada penonton Parc des Princes dengan lari khas dan tembakan ke sudut atas ketika melawan Manchester City. Dia juga mencetak dua gol dalam kemenangan comeback atas RB Leipzig. 

Namun, di kompetisi domestik, dia belum mencetak gol. Tentu saja ini adalah pencapaian terburuk dalam karier Messi dalam 15 tahun terakhir. 

Sejak kampanye musim 2005/2006, ketika masih berusia 18 tahun, Messi hanya sekali harus menunggu melampaui matchday delapan dari setiap musim liga untuk memburu gol pertamanya. Bahkan, pada 2019/2020 dia melewatkan lima pertandingan pertama lantaran cedera.

"Ligue 1 adalah liga yang lebih bersifat fisik. Pertandingan diperebutkan dengan panas. Ada banyak (lari) bolak-balik. Para pemain kuat dan cepat. Secara fisik, itu banyak berubah. Di Spanyol, semua tim mencoba memainkan bola lebih banyak. Mereka menahan bola dari anda jika anda tidak menekan dengan baik. Perbedaan terbesar adalah fisik," ujar Messi, dilansir Sport.

Dari kata-kata itu, Messi sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang sangat baik tentang lingkungan barunya. Itu membuat fans PSG bisa memaklumi alasan mengapa dirinya belum berhasil tampil maksimal di Ligue 1. Pasalnya, La Liga cenderung bermain teknik dan taktik. Sementara Ligue 1 lebih mirip Liga Premier yang cepat dan fisik.

Faktanya, Messi memang tidak punya waktu adaptasi yang banyak. Dia tidak ikut pramusim. Dia bermain di Copa America 2021. Setelah itu, dia masih sibuk dengan urusan kontrak ketika Ligue 1 sudah dimulai dan rekan-rekan barunya berada dalam fase kompetisi.

Ketika debut Ligue 1 melawan Reims pada pertengahan September, Messi kurang tajam dalam pertandingan. Bahkan, ketika dia tampil dua minggu yang lalu melawan Lille, dia melakukannya dengan kondisi cedera ringan yang akhirnya memaksanya keluar lebih awal.

Selain itu, Messi juga tidak diberi ruang yang biasa didapatkan di Spanyol. Lawan jauh lebih mungkin untuk menunggu di area pertahanan sendiri untuk kemudian menutup ruang Messi untuk bekerja. Mereka hanya menyisakan sedikit ruang untuk Messi. Itupun di area yang tidak terlalu membahayakan.

Jangan lupa! Selain bermain di liga baru, Messi untuk pertama kalinya menemukan tantangan bermain untuk tim baru. Ini telah memanifestasikan dirinya dalam perubahan posisi. Dia keluar dari tengah lapangan dan bergeser ke kanan dengan sistem 4-3-3, dengan Neymar di kiri dan Kylian Mbappe di tengah.

Messi mungkin tidak lagi menjadi target utama bagi para bek untuk dihentikan. Tapi, dia juga tidak lagi menjadi titik fokus untuk diberikan bola-bola bagus oleh rekan satu timnya.

Rata-rata, dia menyentuh bola hampir 40 persen lebih sedikit di Ligue 1 daripada saat bersama Barcelona di La Liga musim lalu. Dia juga kalah dalam hal tembakan dan peluang. Penurunannya mungkin tidak parah. Tapi, Messi jelas harus membiasakan diri menjadi lebih periferal.

Sejak September, Messi menyadari bahwa hak istimewanya di Barcelona tidak akan meluas ke PSG ketika dia digantikan oleh Mauricio Pochettino dengan pertandingan masih seimbang melawan Lyon. Lebih jauh lagi, ada argumen yang valid untuk menunjukkan bahwa dia telah menjadi korban dari kurangnya identitas PSG.

Pochettino telah dikritik sejak awal musim karena tidak memiliki ide yang jelas tentang bagaimana dia ingin timnya bermain. Pendekatan "bebas untuk semua" ini sering membuat tim mengandalkan individualisme, seperti Mbappe untuk menggali mereka keluar dari masalah, dengan kurangnya koherensi mempengaruhi sesama pendatang baru Georginio Wijnaldum.

"Kami menghabiskan satu setengah bulan di sebuah hotel dan itu tidak mudah bagi anak-anak. Selain itu, kami tinggal di pusat dan lalu lintas di Paris sangat buruk. Kami membutuhkan satu jam untuk mengantar mereka ke sekolah dan satu jam untuk membawa mereka ke latihan," kata Messi kepada Le Figaro.

"Anak-anak tidak tahan lagi berada di hotel. Itu sulit. Tapi, pada saat yang sama, kami mencoba memanfaatkan kota, yang baik untuk semua orang," tambah Messi. Semua faktor ini adalah tentang perubahan liga, klub, dan gaya hidup hingga rumitnya awal kehidupan di PSG. 

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network