Sepak Bola dan Kecenderungan Berpolitik

"alasan sepak bola didekati para politisi"

Analisis | 25 November 2021, 17:21
Sepak Bola dan Kecenderungan Berpolitik

Libero.id - Sepak bola dan politik agaknya memang sulit dipisah. Keduanya, seolah selalu berkelit-kelindan. Satunya membangun fanatisme massa, satunya butuh kuantitas massa untuk membangun opini publik. Ini yang membuat sepak bola selalu jadi ajang berpolitik.

Luke Bornn, seorang analis dari Sacramento Kings dan Javier Fernandez, seorang data saintis FC Barcelona, pernah melakukan penelitian yang menggambarkan unsur penting dalam sepakbola. Dalam penelitian itu, mereka menyatakan bahwa sepakbola, hakikatnya adalah permainan yang menekankan pentingnya ruang (space) dan gerak (movement).
 
Dua konsep yang memicu para pemain bola selalu menciptakan ruang bagi tim yang dibela. Di saat sama, juga menciptakan potensi untuk bergerak ke ruang pertahanan lawan, demi memperlebar penguasaan teritorial untuk memenangkan pertandingan. 

Ini tentu mirip gelagat politik yang selalu mencari ruang, menghimpun massa, dan membangun pergerakan. Tentu, untuk menunjukan bargaining power demi memenangkan hati publik sekaligus meloloskan niat-niat yang politis.  

Sudah jamak diketahui jika PSSI selalu identik dengan gerak-gerik politik. Tapi, itu tak hanya terjadi di internal Timnas Indonesia. Ada tangan tak terlihat yang seolah selalu menggerakkan sekrup-sekrup kecil di tubuh PSSI, yang pada akhirnya membuat PSSI konon sulit maju. 

kecenderungan politis juga terasa, misalnya, saat Timnas Indonesia berjumpa dengan Malaysia. Rivalitas sepakbola antara Indonesia dengan Malaysia tak hanya terjadi di lapangan. Suporter kedua tim, bahkan kerap bentrok di luar stadion. 

Energi “Ganyang Malaysia" yang diserukan Bung Karno pada 1960-an, kerap muncul begitu saja kala Indonesia berjumpa Malaysia. Kita tentu masih ingat kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur pada 19 November 2019 lalu. Dimana dua supporter bentrok. 

Tercatat juga pada laga final Piala AFF 2010 di Bukit Jalil, skuat Garuda diteror dengan sorotan laser dari suporter tuan rumah dan membuat Timnas Indonesia kalah 3-0 dari tuan rumah. 
Kecenderungan serupa juga terjadi di belahan bumi yang lain. Jadi tak hanya Indonesia saja. 

Misalnya, fans Barca yang mengibarkan bendera kemerdekaan Catalonia. Kita tahu, Barcelona identik dengan Catalonia. Los Cules menjadi simbol perlawanan terhadap Spanyol dan diktator Jenderal Francisco Franco yang mengidolai Real Madrid. 

Ini menunjukan betapa sepakbola selalu identik dengan politik. Keduanya, memiliki kecenderungan yang mirip. Baik dalam skala lapangan maupun skala pengaruh. Skala lapangan: mencari ruang dan bergerak, sementara skala pengaruh: sama-sama membawa emosi khalayak massa. 

(wahyu rizkiawan/zq)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network