Tergiur Uang Besar, Bundesliga Tidak Mengesampingkan Opsi Main di Arab Saudi

"Setelah Supercoppa Italia dan Supercopa de Espana, DFL-Supercup selanjutnya?"

Analisis | 08 February 2022, 20:28
Tergiur Uang Besar, Bundesliga Tidak Mengesampingkan Opsi Main di Arab Saudi

Libero.id - Berbeda dengan Italia dan Spanyol, yang sudah menjalin kerjasama dengan Arab Saudi untuk memainkan sejumlah pertandingan, Bundesliga belum memiliki sikap. Mereka hanya menyebut opsi tersebut "tidak dikesampingkan".

Kondisi keuangan klub-klub Bundesliga saat ini sangat buruk. Mereka menghadapi kerugian akibat pandemi lebih dari 1 miliar euro (Rp16 triliun). Klub-klubnya kehabisan uang di pasar transfer, stadion masih terbatas pada 10.000 penonton, dan dominasi Bayern Muenchen membuat sponsor malas datang.

Menurut Presiden Liga Sepakbola Jerman (DFL) yang baru, Donata Hopfen, kondisi tersebut harus berubah demi menyelamatkan semua peserta di kompetisi sepakbola Jerman.

"Tentu saja, (Bundesliga) akan lebih menarik jika ada lebih banyak persaingan di papan atas. Dan, bagi saya, tidak ada sapi suci. Jika play-off (mengubah sistem kompetisi) dapat membantu kita, maka mari kita bicara tentang play-off," kata Hopfen kepada Bild am Sonntag, pekan lalu.

Menariknya, meski membutuhkan banyak uang untuk menyelamatkan kompetisi, Bundesliga memastikan akan melakukan segala cara. Opsi menggelar pertandingan di Arab Saudi seperti Supercoppa Italia atau Supercopa de Espana juga tidak ditutup rapat-rapat. 

"Kami tidak bisa mengesampingkan apa pun. Tapi, sepakbola (sebagai olahraga) adalah hal utama dan harus tetap menjadi permainan rakyat. Itu harus menjadi milik kita," kata Hopfen.

Berbeda dengan tetangga Eropa lainnya, sepakbola Jerman terkenal dengan idealismenya. Hingga hari ini tidak ada satu pun klub Bundesliga yang dimiliki investor luar negeri. Hanya ada sejumlah kecil klub yang dimiliki perusahaan besar. Dan, itu juga dari Jerman, Swiss, atau Austria.

Gagasan untuk memainkan pertandingan di Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, atau China bukannya tidak pernah ada. Tapi, proposal itu belum mendapatkan tanggapan serius.

Alasan lainnya adalah suporter. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penonton di stadion mengalami penurunan. Terlepas dari pandemi Covid-19, fans lebih senang menikmati pertandingan secara digital melalui smartphone atau komputer.

"Kami harus mendekati penggemar dan mencari tahu apa yang mereka inginkan. Dan, maksud saya, semua penggemar. Ini harus menyenangkan di tribun ekonomi, tribun VIP, televisi, hingga penggemar yang menyukai Tik Tok," tambah Presiden DFL wanita pertama dalam sejarah. 

Tantangan lain Bundesliga untuk menghasilkan uang besar adalah aturan kepemilikan 50+1. Ini mencegah pengambilalihan mayoritas dan sangat menghambat investasi skala besar. Akibatnya, dominasi Bayern tidak mungkin dibantah pada masa lalu, sekarang, dan dalam beberapa tahun mendatang.

"Bayern adalah salah satu tim terbaik di Eropa, meski 50+1 itu contoh bagus. Bahwa 50+1 bukanlah halangan untuk sukses. Tapi, segalanya akan sedikit lebih mudah tanpa batasan (50+1). Tapi, apakah itu masih menjadi Bundesliga kami? Saya tidak berpikir bahwa scrapping (50+1) tidak cocok dengan budaya sepakbola Jerman," ungkap Hopfen.

"Saya mengerti bahwa gaji (pesepakbola) sekarang mencapai dimensi yang hampir tidak dapat dipahami. Sebagian besar uang yang dibayarkan untuk gaji, biaya transfer, dan biaya agen. Ini tidak digunakan untuk pengembangan pemain muda atau struktur profesional. Akan lebih baik untuk memikirkan regulasi," beber Hopfen.

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network