Pengakuan Samuel Kuffour Atas Momen Dua Gol yang Menghantui Seumur Hidup

"“Itu adalah pertandingan terbaik yang pernah saya pimpin," kata Pierluigi Collina."

Biografi | 01 January 2021, 12:36
Pengakuan Samuel Kuffour Atas Momen Dua Gol yang Menghantui Seumur Hidup

Libero.id - Kekalahan menyakitkan dari Manchester United di final Liga Champions 1998/1999 benar-benar menghantui sejumlah pemain Bayern Muenchen selama bertahun-tahun, salah satunya Samuel Kuffour.

Selama 13 tahun membela Bayern maupun Bayern II, Kuffour memiliki reputasi yang membanggakan. Mantan bek asal Ghana tersebut selalu memberikan penampilan terbaiknya. Total, 175 pertandingan Bundesliga untuk skuad utama FC Hollywood dijalani Kuffour pada 1994/1995 hingga 2004/2005.

Pria kelahiran Kumasi, 3 September 1976, itu juga berhasil menyumbangkan banyak piala. Sebut saja Bundesliga (1996/1997, 1998/1999, 1999/2000, 2000/2001, 2002/2003, 2004/2005), DFB-Pokal (1997/1998, 1999/2000, 2002/2003, 2004/2005), DFB-Ligapokal (2000, 2004), Liga Champions (2000/2001), serta Piala Intercontinental (2001).

Namun, tidak selamanya Kuffour memiliki karier gemilang. Ada satu momen yang membuat pemilik 54 caps dan 3 gol untuk tim nasional Ghana tersebut menyesal seumur hidup. Itu adalah hasil final Liga Champions 1998/1999 di Camp Nou, kandang Barcelona.

Kuffour merasa sebagai pemain yang paling bertanggung jawab karena gagal menghentikan 2 gol Manchester United di injury time. Dua gol spektakuler Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer tersebut dikenang suporter The Red Devils hingga hari ini. Sebab, itu adalah musim ketika mereka mencetak sejarah treble winners.

"Saat saya pergi ke manapun di seluruh dunia, orang masih mengenali saya karena kejadian itu. Mereka bilang sayalah orangnya (pemain yang kalah di pertandingan tersebut). Bahkan, anak kecil dan remaja tahu kejadian itu. Rasanya sakit. Itu menghantui saya seumur hidup. Tidak mudah melupakannya," ujar Kuffour pada 2014, dilansir The Guardian.

Benarkah itu sebagai kesalahan Kuffour seorang diri? Tentu saja tidak. Selain kelengahan; kepanikan dan perasaan sudah memenangkan pertandingan menjadi faktor lain penyebab kekalahan Bayern.

"Yang saya lihat di hari itu adalah bench Bayern (para pemain cadangan, pelatih, dan ofisial) sudah bersiap-siap merayakan kemenangan sejak 10 menit (sebelum gol MU lahir). Suporter mereka bernyanyi di tribun seolah pertandingan sudah berakhir," kata wasit yang bertugas di laga itu, Pierluigi Collina, pada 2008, dilansir The Telegraph.

"Tapi, semuanya berubah dalam 2 menit. Itu adalah pertandingan terbaik yang pernah saya pimpin," tambah pengadil lapangan legendaris berkebangsaan Italia, yang kini menjadi Ketua Komite Wasit FIFA, tersebut.

Fakta menunjukkan, saat itu Bayern dan MU sama-sama memiliki materi pemain hebat. Tapi, FC Hollywood cukup beruntung pada awalnya setelah sanggup memimpin hingga menit 90. Mereka sudah unggul 1-0 sejak pertandingan berjalan 6 menit melalui tendangan bebas Mario Basler.

Setelah itu, pertandingan berlangsung menarik dan ketat. MU yang terus berusaha mengejar ketertinggalan melakukan beberapa pergantian pemain. Sir Alex Ferguson mulai memasukkan sejumlah pemain bertipe menyerang seperti Sheringham dan Solskjaer untuk menggantikan Jesper Blomqvist dan Andy Cole yang terlihat mulai kelelahan.

Demi gol, MU tidak berhenti membongkar pertahanan Bayern yang digalang Kuffour dan Thorsten Fink. Nama terakhir baru masuk lapangan menggantikan Lothar Matthaeus, yang kelelahan, pada menit 80.

Ketika pertandingan seperti menjadi milik FC Hollywood, keajaiban tercipta di injury time ketika ofisial keempat menunjukkan papan waktu 3 menit. Sebuah sepak pojok diberikan Collina kepada MU. Lalu, David Beckham melepaskan tendangan tepat di atas kepala Schmeichel, Dwight Yorke mengembalikan bola ke area kerumunan pemain, dan setelah Fink gagal menyapu bola, bola tiba di kaki Ryan Giggs di tepi area penalti.

Tendangan kaki kanan Giggs lemah dan buruk. Tapi, ternyata ada Sheringham yang mendapatkan bola dan langsung menyapu tembakan dengan kaki kanannya untuk menempatkan bola di sudut bawah gawang. Gol itu terjadi pada menit 90 plus 0:36 detik .

Tampaknya, setelah hampir sepanjang pertandingan menyerang, MU ingin memaksakan perpanjangan waktu setelah skor 1-1. Tapi, kurang dari 30 detik setelah kick-off berikutnya, MU melakukan tendangan sudut lagi. Hanya saja  Schmeichel tetap di area penalti MU setelah mendapat instruksi dari Ferguson.

Lagi-lagi Beckham melakukan tendangan sudut dan ditujukan ke kepala Sheringham, yang langsung menganggukkan bola ke bawah melewati gawang. Solskjaer bereaksi dengan cepat. Dia melepaskan satu kaki dan memasukkan bola ke gawang Bayern. Gol itu lahir pada menit 90 plus 2:17 detik.

Solskjaer merayakan gol itu dengan meluncur di lapangan menggunakan lututnya. Dia meniru perayaan Basler pada menit 6. Selebrasi itu langsung disambut dengan pemain-pemain MU dan para penghuni bench. Sementara Schmeichel berjungkir balik di area penaltinya.

Sebaliknya, wajah para pemain Bayern lesu. Mereka terduduk di lapangan. Ada yang terlentang di rumput. Suara tangis dan kucuran air mata tidak bisa dibendung semua punggawa maupun suporter FC Hollywood.

"Setelah pertandingan saya hanya bisa menangis. Saat saya kembali ke Muenchen, di bandara orang-orang bertanya-tanya dan mencoba menenangkan saya. Saya menghubungi ibu, saudara, dan teman-teman saya di Ghana. Mereka berada di belakang saya. Saya rasa seluruh Afrika mendukung saya," ungkap Kuffour.

"Saya tidak pernah menyaksikan (rekaman) pertandingan itu. Saya tidak mau melihanya di televisi atau apa pun. Itu seperti membuka luka lama yang sudah sembuh. Saya memang harus menerima hasilnya. Tapi, saya tidak mau mengingatnya lagi," tambah bek berpostur 178 itu.

Dua tahun setelah Tragedi Camp Nou, Kuffour akhirnya mengangkat Si Kuping Besar. Bersama Bayern, dia kembali mencapai final 2000/2001. FC Hollywood menghadapi Valencia. Bedanya, keberuntungan kini lebih memihak Bayern. Mereka menang adu penalti 5-4 setelah imbang 1-1 selama 120 menit.

"Menjuarai Liga Champions 2000/2001 adalah hal yang membuat saya melupakan kekalahan itu. Itu seperti mimpi karena pada akhirnya saya bisa mengangkat trofi (Liga Champions). Saya berterima kasih kepada Tuhan. Sebab, saat kalah (pada 1998/1999), banyak orang menduga Bayern tidak akan bangkit," jelas Kuffour.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network