Kisah Saat Diego Maradona Melatih Argentina, Seperti Pesawat Tanpa Pilot

"Sebagai pelatih, dia lebih sering kontroversi daripada prestasi. Timnya dibantai Jerman di Piala Dunia 2010."

Feature | 22 June 2021, 11:45
Kisah Saat Diego Maradona Melatih Argentina, Seperti Pesawat Tanpa Pilot

Libero.id - Pemain hebat tidak selalu menjadi pelatih hebat. Kalimat tersebut sudah dibuktikan oleh banyak mantan pemain kelas dunia yang beralih profesi sebagai juru taktik. Salah satu yang tidak mungkin dilupakan adalah Diego Maradona.

Saat-saat putus asa, siapapun wajib memiliki manajemen krisis yang baik. Begitu halnya ketika tim sepakbola mencapai titik krisisnya, sehingga akal pikiran yang jernih seringkali tidak tampil dalam pengambilan keputusan jernih tentang tim.

Coba anda pikirkan, apa yang melatarbelakangi Newcastle United ketika menunjuk Alan Shearer sebagai pelatih, meski tanpa pengalaman? Itu terjadi ketika mereka terperosok dalam pertempuran zona degradasi. Tanpa pikir panjang Newcastle langsung merekrutnya. 

Satu lagi, Stuart Pearce, yang berharap besar Manchester City busa menjuarai Piala UEFA, hingga menempatkan David James di depan. Pikirkan juga Argentina. Gagap dalam Kualifikasi Piala Dunia 2010, mereka justru menaruh harapan besarnya ke pundak Diego Maradona untuk memimpin skuad yang dipimpin Lionel Messi.

Argentina tidak dalam posisi yang terlalu genting ketika beralih ke Maradona menyusul pengunduran diri Alfio Basile. Hanya dua dari 10 kualifikasi pembukaan mereka yang berakhir dengan kekalahan. Dengan empat tim teratas langsung lolos ke turnamen, Argentina duduk di urutan ketiga.

Pengalaman Maradona sebelumnya sebagai pelatih telah datang lebih dari satu dekade sebelumnya dengan penampilan singkatnya yang kacau di Mandiyú de Corrientes dan Racing Club de Avellaneda.

Dalam tahun-tahun berikutnya, Maradona telah menderita dengan segudang masalah kesehatan, termasuk ketika hampir meninggal karena serangan jantung pada 2004. Bahkan, pada 2007, dia dirawat di rumah sakit lagi dan memasuki masa rehabilitasi. Setahun kemudian, dia menjadi pelatih Argentina.

Keyakinan buta mungkin tidak pernah menjadi strategi terbaik dalam sepakbola. Tapi, para petinggi Asosiasi Sepakbola Argentina (AFA) berharap Maradona akan memiliki efek besar. 

Sayang, kehadirannya justru disfungsional. Kemenangan 4-0 atas Venezuela di kualifikasi pertamanya adalah awal yang menggembirakan. Tapi, di pertandingan berikutnya, Argentina dikalahkan Bolivia 1-6. Laga tersebut dikakukan di stadion yang berada di ketinggian 3.600 meter di atas permukaan laut.

Meski tiga kekalahan lagi di kualifikasi, serta panggilan untuk 70 pemain yang berbeda, La Albiceleste entah bagaimana mengamankan tempat di Afrika Selatan untuk Piala Dunia 2010. Itu berkat kemenangan melawan Peru dan Uruguay dalam dua pertandingan terakhir. Keduanya datang berkat gol di detik-detik akhir pertandingan.

Setelah gol kemenangan Martin Palermo pada menit ke-94 di laga melawan Peru, Maradona menghempaskan dirinya ke udara untuk meluncur melintasi lapangan yang basah kuyup di Estadio El Monumental untuk merayakannya. Tapi, kegilaan yang sebenarnya baru saja dimulai.

Dengan kualifikasi saat melawan Uruguay, Maradona meluncurkan omelan marah di media, mengatakan kepada wartawan untuk "meraih pantatnya", meraih selangkangannya dan bersikeras mereka harus "menghisap dan terus mengisap". Tangan tuhan kemudian diskors oleh FIFA selama dua bulan.

Kontroversi tidak berakhir di situ. Saat dia datang terlambat satu jam ke konferensi pers untuk mengumumkan skuad 23 pemain untuk Piala Dunia, dia menabrak kaki juru kamera sebelum berteriak: "Dasar sialan! Bagaimana anda bisa meletakkan kaki anda di sana. Kamu bisa terlindas?" kata Maradona.

Mengingat banyaknya pemain yang digunakan Maradona, pasukannya tidak mungkin mudah ditebak. Diego Milito, Maxi Rodriguez, Javier Pastore, dan Ariel Garce semuanya adalah pemain yang ahirnya dimainkan karena keputusan yang terlambat.

Posisi bek yang akan diisi oleh Garce dipanggil karena telah melakukan perjalanan ke turnamen sebagai penggemar. Sementara Javier Zanetti dan Esteban Cambiasso adalah pemain yang sempat absen. Keduanya menyelesaikan musim dengan Treble Winners bersama Inter Milan.

Jika keputusan Maradona dipertanyakan, kepercayaannya pada para pemainnya setidaknya tak tergoyahkan: “Apa yang kami miliki sangat indah. Semua yang dicapai tim ini akan menjadi milik para pemain saya. Mereka akan membawa sukacita bagi orang-orang di Argentina," ungkap Maradona.

"Mereka akan melakukan segalanya untuk mencapai tujuan itu. Mereka akan mengorbankan darah mereka. Mereka akan menjadi pahlawan. Saya? Saya akan bersama keluarga saya menikmati diri saya sendiri. Jangan salah, pelatih seperti (Cesar Luis) Menotti, (Carlos) Bilardo, atau Maradona datang dan pergi. Pemenang sejati selalu adalah para pemainnya," tambah Maradona.

Tapi, kejutan terbesar datang di babak penyisihan grup. Argentina sebenarnya terlihat bagus. Nigeria, Korea Selatan, dan Yunani semuanya disingkirkan dengan mudah, dan hanya satu gol yang kebobolan dalam prosesnya.

Kurang mengejutkan, Maradona membiarkan dirinya terlibat dalam pertengkaran di sepanjang jalan dengan beberapa mitra favoritnya seperti Pele, Michel Platini, Claudio Gentile, FIFA, dan media.

Namun, dia tidak punya apa-apa selain cinta untuk para pemainnya. Kemenangan 3-1 melawan Meksiko sukses mendapat perhatian bangsanya dan dunia. Orang mulai mempertimbangkan Argentina sebagai pesaing serius. "Semua pengalaman hidup saya, hari ini saya berikan kepada para pemain saya dengan segenap jiwa dan hati saya," ujar Maradona.

Jadwal pertandingan perempat final mempertemuan Argentina dengan Jerman. Der Panzer telah menyingkirkan Argentina melalui adu penalti di turnamen sebelumnya.

Menjelang pertandingan, Bastian Schweinsteiger menuduh Argentina “tidak sopan” hingga memprotes hal tersebut kepada ofisial pertandingan. Maradona membalas dengan pipi yang khas, mengadopsi aksen Jerman untuk membalas: “Ada apa Schweinsteiger? Apa kau gugup, huh?”

Jerman telah mengalahkan Inggris 4-1 dengan pola permainan serangan balik yang sangat mematikan. Tapi, Argentina tampil dengan skuad terbaiknya dengan Angel di Maria, Maxi Rodriguez, Gonzalo Higuain, Lionel Messi, dan Carlos Tevez. Semuanya diberi izin menyerang.

Tapi, dalam waktu 3 menit, Thomas Mueller membawa Jerman unggul, dan Argentina baru saja memasuki babak pertama dengan hanya tertinggal satu gol. Di babak kedua mereka tampil lebih terarah. Tapi, sebenarnya Jerman dengan senang hati menghadapi pola serangan mereka sebelum mendaratkan bukan hanya satu gol, bukan dua, melainkan  tiga gol telak ke gawang Argentina.

Kekalahan 0-4 mengirim Argentina kembali ke rumah dan membuat evalusi dilakukan. Laporan awal menyarankan Maradona dapat ditawari kontrak empat tahun yang baru. Tapi, setelah pertemuan dengan AFA, komite eksekutif "dengan suara bulat" setuju bahwa itu tidak akan terjadi.

Beberapa pendukung melakukan protes di luar markas besar AFA di Buenos Aires. Tapi, ada perasaan lega diantara banyak anggota dewan. Sekretaris Jenderal AFA, Jose Luis Meiszner, mengatakan kepada C5N: "Saya akan munafik jika saya tidak mengakui ada ketidaksukaan umum beberapa aspek dari siklus yang berakhir dengan Piala Dunia," ujar Meiszner.

"Kami tidak melihat niat untuk menunjukkan kerendahan hati, untuk mengatakan bahwa segala sesuatunya seharusnya dilakukan dengan lebih baik. Tidak ada evaluasi, tidak ada review, tidak ada kesimpulan. Ini adalah hal-hal yang harus Anda pikirkan untuk memikirkan masa depan," tambah Meiszner.

Dalam delapan tahun sejak turnamen, Maradona telah mengambil dua posisi pelatih di Uni Emirat Arab (UEA). Dia menikmati kehidupan di Dubai, tempat paparazzi dilarang beraktivitas. Di sana, karier kepelatihannya juga tidak cemerlang.

(muhammad alkautsar/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network