Kisah Unik DPMM FC, Klub Brunei Darussalam yang Main di 3 Liga Berbeda

"Mereka bahkan juga sempat melamar ikut Liga Indonesia dan Liga Thailand, namun permintaannya ditolak."

Feature | 23 January 2021, 05:48
Kisah Unik DPMM FC, Klub Brunei Darussalam yang Main di 3 Liga Berbeda

Libero.id - Biasanya, klub sepakbola akan bermain di satu kompetisi, yaitu di negara asalnya. Ada juga yang bermain di beberapa liga setelah negara asalnya pecah menjadi beberapa negara lain seperti di Uni Soviet atau Yugoslavia. Tapi, yang dialami DPMM FC berbeda.

DPMM FC merupakan kepanjangan dari Duli Pengiran Muda Mahkota Football Club atau His Royal Highness the Crown Prince of Brunei Football Club. Itu adalah klub elite Brunei Darussalam yang dimiliki oleh Putra Mahkota, Pangeran Al-Muhtadee Billah.

Awalnya, DPMM FC dimulai sebagai tim perguruan tinggi di Bandar Seri Begawan pada 1994. Kemudian, klub berkembang dengan pesat dan mulai merambah ke level yang lebih profesional. Pada 2000, DPMM FC secara resmi menjadi klub sepakbola profesional di Brunei.

Perubahan DPMM FC sebagai klub profesional langsung diikuti pembentukan Brunei Super League pada 2002. Kompetisi itu menggantikan Brunei Premier League yang sudah digelar sejak 1985 dan sempat vakum beberapa kali, seperti 1990-1992 dan 1994-2001.

Ketika Brunei Super League digelar pertama kalinya, DPMM FC langsung menggila. Mereka memuncaki klasemen akhir setelah mencatatkan 13 kemenangan dan 1 skor imbang dari 14 pertandingan. Lalu, pada musim 2003, mereka kehilangan gelar juara setelah kalah bersaing dengan Wijaya FC.

Kegagalan pada 2003 membuat DPMM FC bangkit pada musim 2004. Mereka kembali tampil perkasa di Brunei Super League untuk memuncaki klasemen akhir. DPMM FC mencatatkan 17 kemenangan dan 1 skor imbang dari 18 pertarungan. Mereka juga menjuarai Piala FA Brunei.

Mereka tidak memiliki lawan, DPMM FC memutuskan meninggalkan kompetisi Brunei pada pertengahan 2005. Mereka langsung terbang ke Malaysia untuk berkompetisi di Malaysia Premier League 2005/2006 sebagai tim yang berbasis di luar negeri menggantikan Brunei XI bentukan Asosiasi Sepakbola Brunei Darussalam (FABD).

Uniknya, ketika di sela-sela berkompetisi di Malaysia, DPMM FC juga mengirimkan tim yang sama untuk bertanding di Piala Singapura. Itu adalah cup competition besutan Asosiasi Sepakbola Singapura (FAS), yang pesertanya memang mengundang beberapa tim asing secara reguler.

Sebagai tim bergelimang uang, langkah DPMM FC di  Malaysia Premier League tidak berat. Mereka hanya butuh 1 musim untuk promosi ke Malaysia Super League. Kemudian, DPMM FC bermain dua musim di kasta tertinggi kompetisi Malaysia itu sebelum dikeluarkan karena konflik internal di otoritas sepakbola Brunei.

Setelah Malaysia, DPMM FC bergabung dengan Liga Singapura untuk musim 2009. Mereka menjadi tim pertama di liga yang memainkan pertandingan kandang di luar Negeri Singa.  Klub dengan cepat membuat pengaruh besar dengan memenangkan Piala Liga 2009. Mereka mengalahkan Singapore Armed Forces FC di final melalui adu penalti setelah pertandingan berakhir imbang 1-1. 

Namun, pada 30 September 2009, FIFA membekukan keanggotaan FABD karena campur tangan pemerintah Brunei dalam urusan sepakbola. Artinya, tim-tim dari Brunei tidak diperbolehkan lagi bertanding di turnamen yang diselenggarakan oleh asosiasi anggota FIFA. 

Meski FAS meminta FIFA untuk mengizinkan DPMM FC menyelesaikan musim Liga Singapura, banding ditolak. Karena itu, hasil dari semua pertandingan DPMM FC untuk musim 2009 dihapuskan. Padahal, saat itu mereka berpeluang mengakhiri musim dengan gelar juara.

Hukuman FIFA kepada Brunei baru dihapus 20 bulan kemudian dan DPMM FC kembali masuk ke Liga Singapura pada 2012. DPMM FC menjadi dominan di Negeri Singa setelah kedatangan mantan pelatih Blackburn Rovers, Steve Kean, pada 2014. Puncaknya saat menjuarai Liga Singapura 2015.

Entah karena terlalu dominan atau bergelimang uang, sejak 2016, Liga Singapura membuat peraturan yang membatasi penggunaan pemain import di setiap klub peserta. Artinya, tim luar negeri seperti DPMM FC atau Albirex Niigata Singapore harus menggunakan mayoritas pemain lokal Singapura.

Keputusan itu menghancurkan hati DPMM FC. Pada 2017, mereka berniat meninggalkan Liga Singapura untuk kembali ke Malaysia. Tapi, niat itu ditentang Malaysia, yang menetapkan bahwa DPMM FC harus memainkan pertandingan kandang di Malaysia dan dengan mayoritas pemain asal Malaysia serta pemain Brunei dianggap sebagai pemain asing.

Penolakan Malaysia membuat DPMM FC beralih ke Indonesia. Pada 2018, DPMM FC menghubungi PSSI untuk membicarakan kemungkinan bermain di Liga Indonesia. Tapi, keinginan DPMM FC tidak disetujui karena bertentangan dengan statuta PSSI maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia. 

Tidak menyerah dengan penolakan Malaysia dan Indonesia, DPMM FC mencoba melakukan negosiasi lagi dengan Singapura sambil mencoba mendaftar ke Liga Thailand. Tapi, Negeri Gajah Putih juga menolak.

Kabar baik justru datang dari Singapura. Setelah mengadakan pertemuan yang intensif dan lobi tingkat tinggi, Liga Singapura mengizinkan DPMM FC untuk mendaftarkan hingga 3 pemain asing, bukan 2 tanpa batasan usia. Mereka juga tidak tunduk pada batasan usia yang sama dengan klub lokal. Setiap tim lokal, selain Young Lions, diminta  memiliki setidaknya 6 pemain di bawah 23 tahun dan 8 pemain di bawah 30 tahun dalam skuad.

Meski diselimuti kontroversi, DPMM dipastikan menjadi juara Liga Premier Singapura 2019 pada 15 September 2019. Itu terjadi setelah rival terdekat mereka, Hougang United, hanya bermain imbang 4-4 dengan Geylang International. Artinya, DPMM FC unggul 4 poin di puncak klasemen. Mereka juga mencapai semifinal Piala Singapura sebelum dikalahkan Warriors FC.

Pada 2020, DPMM berpartisipasi di Liga Singapura lagi. Tapi, hanya dapat memainkan satu pertandingan sebelum pandemi Covid-19. Setelah dilanjutkan, DPMM FC mundur karena pembatasan perjalanan antara Brunei dan Singapura. Hal yang sama terjadi pada 2021.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network