Selain Apertura-Clausura, Ini 6 Liga di Dunia dengan Sistem Membingungkan

"Tidak semua liga sepak bola memutuskan untuk mengadopsi pendekatan yang sesederhana "Sistem Eropa" yaitu home and away. Ada banyak kompetisi aneh."

Feature | 03 December 2020, 13:34
Selain Apertura-Clausura, Ini 6 Liga di Dunia dengan Sistem Membingungkan

Libero.id - Kebanyakan liga sepakbola di seluruh dunia memiliki kompetisi langsung dengan masing-masing tim bermain dua kali. Tim dengan poin terbanyak pada akhirnya dinobatkan sebagai juara dan semua orang tahu di mana posisi mereka dengan transparan.

Liga dengan sistem kompetisi penuh sering disebut sebagai "Sistem Eropa". Ada banyak liga yang menggunakannya, termasuk Liga Premier, Serie A, La Liga, Bundesliga, Ligue 1, Eredivisie, hingga Liga Indonesia.

Namun, tidak semua liga sepak bola memutuskan untuk mengadopsi pendekatan yang sesederhana  "Sistem Eropa". Terdapat banyak liga yang memiliki aturan yang berbeda dengan tujuan untuk meningkatkan level persaingan dan animo suporter. Sebut saja liga-liga di Amerika Latin.

Di Liga MX misalnya. Divisi teratas Meksiko itu memiliki sistem unik yang dikenal sebagai "Apertura-Clausura". Format ini melihat musim dibagi menjadi dua turnamen. Setiap tim bermain satu sama lain hanya sekali di setiap babak. Lalu, di akhir setiap turnamen, delapan tim teratas maju ke kompetisi sistem gugur, dengan pemenang akhirnya dinobatkan sebagai juara. Liga MX menghasilkan dua juara per musim.

Sistem Apertura-Clausura sangat populer di Amerika Latin. Hampir semua negera anghota CONMEBOL menggunakankan. Kecuali Brasil, sistem itu diterapkan di Argentina, Chile, Uruguay, Kolombia, Ekuador, Bolivia, Peru, dan beberapa negara lain. Begitu pula dengan negara-negara anggota CONCACAF seperti Honduras, Kosta Rika, atau Panama.

Meski Apertura-Clausura sedikit rumit dan unik, ternyata ada beberapa liga lain yang punya sistem lebih membingungkan. Berikut ini 6 liga tersebut:


1. Eerste Divisie

Eerste Divisie adalah kompetisi kasta kedua di Belanda. Terdiri dari 20 klub, yang bermain satu sama lain dalam sistem round-robin ganda, dengan masing-masing klub bermain di kandang dan tandang melawan klub lain.

Setiap klub bermain satu kali dengan klub lain di paruh pertama, yaitu sebelum jeda musim dingin di sekitar Natal-Tahun Baru. Paruh kedua musim menampilkan jadwal yang sama seperti paruh pertama, dengan perubahan stadion, meski kedua babak tidak dimainkan dalam urutan yang sama.

Di akhir setiap musim, juara dan runner-up Eerste Divisie secara otomatis dipromosikan ke Eredivisie. Tujuh klub lainnya mengikuti Nacompetitie, yaitu sebuah play-off promosi-degradasi yang mencakup klub urutan 16 di Eredivisie. Tim tersebut akan melawan klub dari Eerste Divisie dengan sejumlah syarat.

Pertama, klub dengan rekor terbaik dalam "periode pertama" (setelah 8 pertandingan). Kedua, klub dengan rekor terbaik dalam "periode kedua" (pekan 9-16). Ketiga, klub dengan rekor terbaik dalam "periode ketiga" (pekan 17-24). Keempat, klub dengan rekor terbaik dalam "periode keempat" (pekan 25-32).

Dari situ didapatkan 6 tim. Untuk menggenapi menjadi 8 peserta, maka 2 tim lainnya diisi oleh klub dengan posisi tertinggi yang belum mendapatkan promosi otomatis atau lolos ke Nacompetitie.

Jika klub yang memenangkan "periode" telah lolos ke Nacompetitie dengan memenangkan periode sebelumnya, tempatnya diisi oleh klub terbaik berikutnya dalam periode itu yang belum lolos. Biasanya, klub yang lolos ke Nacompetitie adalah klub yang berada di urutan 3-9 di klasemen akhir. Klub di Nacompetitie saling berhadapan dalam sistem knock-out melawan tim peringkat 16 Eredivisie untuk satu tempat di Eredivisie musim depan.

2. Major League Soccer (MLS)

Meniru NBA, baseball, atau American football, MLS mengembangkan format kompetisinya sendiri untuk menarik perhatian orang-orang Amerika Serikat dan Kanada datang ke stadion. Sistem MLS merupakan gabungan Apertura-Clausura dengan Sistem Eropa yang dimodifikasi layaknya NBA.

Musim reguler tidak hanya terdiri dari satu, melainkan dua turnamen, yang dikenal sebagai "conference". Kedua conference itu dikenal sebagai "Western" dan "Eastern", yang membagi tim berdasarkan lokasi geografis. Setiap tim memainkan 34 pertandingan melawan tim di conference mereka, serta 1 pertandingan melawan masing-masing tim di conference lainnya.

Di akhir musim reguler, tim dengan poin terbanyak mendapatlan penghargaan bertajuk "Supporters' Shield" dan keuntungan poin kandang saat play-off. Meski Supporters' Shield bukanlah hadiah utamanya, semua tim berusaha untuk mendapatkannya.

Setelah istirahat sejenak dan digelar MLS All-Star Game, 10 tim teratas di Wilayah Timur dan 8 tim teratas di Wilayah Barat maju ke play-off Piala MLS, dengan tim-tim peringkat 7-10 di Wilayah Timur melalui babak pendahuluan. Pemenangnya langsung tampil di play-off dengan sistem gugur.

Jika memenangkan play-off Putaran I, tim tersebut tampil di semifinal conference hingga final conference. Pemenang dua final conference akan bertarung di grand finals yang bertajuk MLS Cup.

3. Isles of Scilly Football League

Isles of Scilly adalah gugusan pulau-pulau kecil di ujung barat daya lepas pantai Cornwall, Inggris. Pulau-pulau utamanya adalah St Mary's, Tresco, St Martin, St Agnes, dan Bryher. Sementara Skerry of Pednathise Head adalah titik paling selatan di Britania Raya. Populasi di semua pulau pada sensus 2011 adalah 2.203 orang.

Dengan wilayah yang terpencil di tengah lautan, kepulauan itu memiliki kompetisi sepakbolanya sendiri. Menggunakan label Isles of Scilly Football League, liga mereka layak dibahas karena menyandang status liga paling kecil di dunia. Parameternya, peserta kompetisi yang hanya 2 tim, yaitu Garrison Gunners dan Woolpack Wanderers.

Meski hanya 2 klub, bukan berarti liga tidak bisa digelar. Kedua tim harus bertanding 17 kali kali setiap Minggu di satu-satunya lapangan sepakbola di kepulauan tersebut. Layaknya kompetisi di tempat lain, keduanya juga bertanding di cup competitions, yaitu Wholesalers Cup dan Foredeck Cup. Sementara di awal musim ada pertandingan bertajuk Charity Shield.

Jadi, bisa dibayangkan bosannya para pemain maupun suporter kedua klub karena harus bertemu setiap pekan!

4. Scottish Premiership

Liga kasta tertinggi si Skotlandia itu mengalami perubahan drastis ketika St. Mirren dan Dunfermline menjadi tim ke-11 dan 12 yang ambil bagian sejak 2000/2001. Akibatnya, tim akan dipaksa bermain 44 kali dalam satu musim karena mereka harus bertemu 4 kali. Tentu saja sangat melelahkan karena masih ada cup competition dan ajang Eropa.

Namun, otoritas sepakbola di Skotlandia memilih mengambil cara cerdas. Mereka membuat sistem yang membuat semua tim hanya bertanding maksimal 38 pertandingan dalam satu musim.

Bagaimana caranya? Semua 12 tim akan memainkan turnamen round-robin dengan masing-masing klub bermain melawan klub lain 3 kali. Setelah 33 pertandingan, liga terbagi menjadi dua bagian yang masing-masing diisi 6 tim. Setiap tim hanya bertanding satu kali dengan tim lainnya sehingga menghasilkan 5 pertandingan.

Enam tim yang di grup atas akan bertarung untuk gelar juara serta tiket Liga Champions dan Liga Eropa. Sementara 6 tim yang dibawah berjuang menghindari degradasi.

Nah, sistem Skotlandia juga digunakan tetangganya di Britania Raya, Welsh Premier League. Bedanya, tim yang finish di posisi 3-6 akan menjalani play-off untuk memperebutkan tiket Liga Eropa.

5. Jupiler Pro League

Meski diikuti 18 tim atau sama dengan Bundesliga dan Eredivisie, Jupiler Pro League di Belgia memilih menggunakan sistem yang berbeda. Rumit? Bagi orang di luar Belgia tentu saja membingungkan karena menggunakan sistem play-off setelah fase reguler.

Masing-masing dari 18 pesaing di Pro League menjamu setiap tim satu kali di musim reguler, dengan total 34 pertandingan antara Agustus dan April. Kemenangan menghasilkan 3 poin dan imbang menghasilkan 1 poin. Tim diurutkan berdasarkan poin total, lalu total kemenangan, dan akhirnya berdasarkan selisih gol, jumlah gol yang dicetak, jumlah gol tandang dan jumlah kemenangan tandang.

Jika masih ada tim yang  memiliki poin sama setelah penghitungan tersebut, keduanya akan melakukan play-off tersendiri dengan pertandingan dua leg (Kandang-tandang). Pemenangnya akan berada di posisi yang lebih tinggi.

Setelah fase reguler berakhir, play-off yang membingungkan biasanya digelar Mei dengan dibadi 2 grup. Grup pertama adalah tim yang berada di posisi 1-4. Grup kedua akan diisi tim peringkat 5-9. Peringkat 9-16 selesai menjalani kompetisi dan posisi 17 play-off promosi degradasi dengan divisi di bawahnya. Sementara peringkat 18 langsung degradasi.

Di babak play-off tersebut, setiap grup masih menjalani dua pertemuan. Di grup pertama (Play-off I), mereka akan memperebutkan gelar juara Jupiter Pro League, runner-up (Kualifikasi Liga Champions), peringkat 3 (Liga Europa). Sedangkan posisi 4 akan play-off lagi dengan juara di grup kedua (Play-off II) untuk mendapatkan tiket Liga Eropa terakhir.

Sistem poin dalam play-off sama seperti fase reguler. Bedanya, setiap tim memulai dengan setengah dari poin didapatkan di fase reguler. Jika hasilnya tidak bulat, akan dibulatkan ke bilangan terdekat. Misalnya jika Anderlecht mendapatkan 61 poin. Poin itu akan dibagi 2 dengan hasil 30,5 poin. Anderlecht akan mendapatkan 31 poin setelah dibulatkan ke atas.


6. Primera Division Argentina

Kompetisi kasta elite Argentina menggunakan metode Apertura-Clausura yang dimodifikasi. Diikuti 24 tim, musim dimulai pada Juli dan dijadwalkan berakhir pada Mei dengan menampilkan dua turnamen, yaitu Superliga dan Copa de la Superliga.

Dalam Superliga yang dimainkan dari 26 Juli 2019-9 Maret 2020, masing-masing tim melawan 23 tim lainnya dalam satu turnamen round-robin. Pada akhir musim liga, tim Primera Division akan ambil bagian dalam Copa de la Superliga. Di fase itu, mereka diurutkan menjadi dua grup yang masing-masing terdiri dari 12 tim.

Selain menentukan juara liga, sistem yang dirumit digunakan untuk tim yang akan ambil bagian pada Copa Libertadores maupun Copa Sudamericana, serta penentuan degradasi. Itu adalah kompetisi layaknya Liga Champions dan Liga Eropa di Amerika Selatan.

Juara Superliga 2019/2020, juara Copa de la Superliga 2020, dan juara Copa Argentina 2019/202020 awalnya akan mendapatkan tempat ke Copa Libertadores 2021. Tapi, dengan keputusan AFA untuk mengakhiri musim pada 28 April, hanya juara Superliga yang diberikan tiket.

Tempat yang semula dialokasikan untuk juara Copa de la Superliga menjadi milik pemenang Copa de la Liga Profesional 2020 yang akan dimainkan dari Oktober 2020 hingga Januari 2021. Sementara tempat untuk juara Copa Argentina tetap di tempatnya, asalkan arahan pemerintah memungkinkan realisasi kompetisi itu.

Sisa tiket Copa Libertadores 2021 serta Copa Sudamericana 2021 ditentukan oleh tabel agregat turnamen tahap pertama Superliga 2019/2020 dan Copa de la Superliga 2020. Tiga tim teratas dalam tabel agregat yang belum lolos ke turnamen internasional mana pun akan mendapat tiket ke Copa Libertadores. Sedangkan 6 tim berikutnya lolos ke Copa Sudamericana.

Kerumitan yang sama juga terjadi pada penentuan di degradasi. Di Argentina, degradasi di akhir musim akan didasarkan pada koefisien, yang mempertimbangkan poin yang diperoleh klub selama musim berjalan (poin tabel agregat) dan dua musim sebelumnya (hanya musim di papan atas yang dihitung).

Penghitungan total kemudian dibagi dengan jumlah pertandingan yang dimainkan di papan atas selama tiga musim dan dihitung rata-ratanya. Tiga tim dengan rata-rata terburuk di akhir musim akan terdegradasi ke Primera B Nacional. Tapi, dengan pandemi Covid-19 yang sedang terjadi, diputuskan tidak ada tim yang akan terdegradasi.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network