Kisah Jiang Lizhang, Pengusaha China Penyelamat Granada dan Parma

"Selain juragan Timur Tengah, para taipan China juga menguasai banyak klub sepakbola Eropa."

Feature | 20 September 2020, 02:31
Kisah Jiang Lizhang, Pengusaha China Penyelamat Granada dan Parma

Libero.id - Selain Timur Tengah, para taipan China juga menguasai banyak klub sepakbola Eropa. Tidak hanya tim besar seperti Inter Milan. Klub menengah ke bawah macam Wolverhampton Wanderers, Parma, hingga Granada juga dikuasai orang-orang kaya dari Negeri Tirai Bambu.

Jiang Lizhang contohnya. Pengusaha muda kelahiran 27 Oktober 1981 itu adalah orang di belakang Granada dan Parma. Selain memiliki 5% saham Minnesota Timberwolves di NBA, dia adalah pemilik 100% saham Granada dan 60% saham Parma.

Selama ini Jiang dikenal sebagai pebisnis yang memiliki hasrat sangat besar terhadap perkembangan sepakbola. Dia mendirikan Desports Group pada 2004. Itu adalah perusahaan pemasaran olahraga yang bercita-cita menguasai sejumlah klub sepak bola dalam maupun luar China.

Di Negeri Tirai Bambu, Jiang menguasai 90% saham Chongqing Dangdai Lifan. Beberapa tahun lalu, Chongqing sempat menghebohkan dunia dengan rencana mendatangkan Andres Iniesta dari Barcelona. Tapi, usaha itu gagal karena Iniesta memilih bekerjasama dengan Rakuten untuk memperkuat Vissel Kobe.

Salah satu kehebatan Jiang yang dipuji banyak suporter adalah orientasi sosial dalam setiap bisnis sepakbola yang dijalani. Meski berlatar belakang pengusaha, Jiang ternyata tidak selalu memikirkan uang saat memutuskan mengambil alih mayoritas saham sebuah klub.

Contoh kedermawanan Jiang terlihat dalam kasus Parma. Dia membeli I Ducali untuk menyelamatkan dari kebangkrutan. Ketika itu, pada 2015, Parma harus terlempar ke Serie D karena masalah finansial akut. Lalu, pengusaha lokal menyuntikkan dana agar Parma bisa tampil di kasta keempat kompetisi Italia.

Sesaat setelah promosi ke Serie B pada 2017, Jiang mengulurkan tangan untuk membantu Parma. Pada 2018, Parma akhirnya promosi ke Serie A. Tapi, masalah itu justru menimbulkan konflik kepemilikan. Nuovo Inizio selaku pemegang saham mayoritas Parma saat di Serie D menyatakan Jiang tidak lagi menjadi penguasa di Stadio Ennio Tardini.

Setelah melakukan sejumlah pembicaraan dan negosiasi, masalah tersebut akhirnya bisa diselesaikan. "Kami senang solusi akhir ditemukan. Kami sangat mengapresiasi investasi oleh Jiang Lizhang dalam beberapa tahun terakhir yang sangat krusial untuk klub," kata Wakil presiden sekaligus juru bicara Nuovo Inizio, Marco Ferrari, saat itu, dilansir Football Italia.

Jiang mengeluarkan sejumlah uang untuk mendatangkan beberapa pemain bagus seperti Gervinho, Jonathan Biabiany, Bruno Alves, Juraj Kucka. Mereka juga sempat memiliki Dejan Kulusevski, yang sekarang bergabung dengan Juventus. Untuk musim 2019/2020, Parma bertengger di posisi 11 klasemen akhir Serie A setelah sempat tampil mengejutkan.

"Saya tidak ingin merevolusi klub karena identitasnya akan tetap sama. Parma akan bangkit kembali seperti raksasa untuk merebut kembali tempatnya," ucap Jiang beberapa tahun itu.

Layaknya Parma, Jiang juga melakukan hal yang sama kepada Granada di Negeri Matador. Dia membeli Granada dari Giampaolo Pozzo pada 6 Juni 2016 dengan 37 juta euro (Rp646 miliar). Motivasinya hanya ingin menjadikan El Grana klub yang bisa bersaing di La Liga dengan mengkombinasikan pemain produk akademi dengan pembelian terukur.

Sayang, pada musim pertama kepemimpinan Jiang, Granada justru terdedegradasi ke Segunda Division. Saat itu, mereka berada di posisi 20 dari 20 peserta. Dengan hanya mengoleksi 20 poin dari 38 laga, El Grana tertinggal 73 poin dari Real Madrid selaku pemuncak klasemen akhir.

Terpukul dengan degradasi itu, Jiang bangkit. Selanjutnya, dia mulai membenahi Granada selama dua musim berkompetisi di Segunda Division. Setelah pada 2017/2018 hanya menempati posisi 10, Granada akhirnya menjadi runner-up 2018/2019. Mereka berhak mendapatkan selembar tiket promosi ke La Liga 2019/2020.

Berstatus pendatang baru, klub dari Andalusia tersebut tampil mengejutkan. Salah satu yang dikenang adalah kemenangan 2-0 atas Barcelona di Estadio Los Carmenes, 22 September 2019. Tampil melawan klub bertabur bintang, Granada mencetak gol melalui Ramos Azeez dan penalti Alvaro Vadillo. Bahkan, Granada punya 9 tembakan berbanding 8 milik El Barca. Mereka juga memiliki shots on target 4 berbanding 1 milik Barcelona.

"Itu pertandingan yang bagus dan kami memang pantas menang. Melawan Barcelona selalu tidak mudah, tapi kami mampu membuktikan kekuatan kami," ujar salah satu pemain Granada ketika itu, Dimitri Foulquier, dilansir Football Espana.

Kemenangan itu membantu Granada mengakhiri 2019/2020 di posisi 7 klasemen dengan 56 poin. Koleksi Granada sama dengan Real Sociedad di posisi 6. Tapi, posisi tersebut cukup membuat Granada memiliki hak atas selembar tiket fase kualifikasi Liga Eropa. Posisi tersebut juga menjadi yang terbaik sejak 1974.

Untuk musim ini, Granada mengawalinya dengan kemenangan 2-0 atas Athletic Bilbao. Mereka diperkuat Luis Milla Manzanares. Dia adalah putra mantan pelatih timnas Indonesia, Luis Milla. Milla junior direkrut Granada dari klub Divisi Segunda Division, Tenerife, senilai 5 juta euro pada bursa transfer musim panas ini. Dia dikontrak hingga musim panas 2024.

"Pada September 1984, saya melakoni debut di La Liga, 36 tahun kemudian, kamu melakukan hal serupa. Semua terjadi karena suatu alasan dan kamu layak mendapatkannya. Besok, kamu harus terus bekerja untuk meningkatkan kemampuan dan berkembang. Saya bangga padamu. Selamat @luismilla_6!" tulis Milla di Instagram resminya, @luismillacoach, beberapa hari lalu.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network