Alasan Kenapa Liga Turki Jadi ‘Panti Jompo’ Bagi Para Pemain Tua

"Robinho, Alvaro Negredo, Asamoah Gyan, Dirk Kuyt, Emmanuel Adebayor, Guti, dll semua pernah bermain di Süper Lig. Ini penjelasannya."

Feature | 19 September 2020, 00:16
Alasan Kenapa Liga Turki Jadi ‘Panti Jompo’ Bagi Para Pemain Tua

Libero.id - Mari coba berandai-andai bila Olivier Giroud pindah ke Besiktas, Mesut Ozil di Fenerbahce, dan Galatasaray merekrut Fernandinho, sebuah perandaian yang mungkin saja bisa terjadi.

Selama bertahun-tahun, kompetisi sepak bola Turki dicap dengan reputasi yang buruk karena tidak lebih dari sebuah ‘panti jompo’ untuk para pemain yang telah melawati masanya. Terlebih lagi mereka berada di benua Eropa, tempat terbaik untuk memainkan si kulit bundar.

Dalam musim terakhir, citra buruk itu kian menguat dengan Istanbul Basaksehir keluar sebagai jawara, dimana skuad asuhan Okan Buruk diisi nama-nama senior seperti  Demba Ba, Eljero Elia, Gael Clichy, Martin Skrtel dan Robinho. Tapi sebenarnya tak semudah itu menjadi jawara di sana, terutama dengan usia mereka di atas 30.

Pertama-tama harus diakui memang sepak bola Turki memiliki banyak pemain yang lebih tua di dalamnya. Telusuri skuad mana pun, mulai dari dua divisi teratas, pasti akan menemukan nama-nama yang tidak asing di dunia sepak bola, khusunya di Eropa. Alanyaspor memiliki Papiss Cisse, Lukas Podolski di Antalyaspor sementara Stephane Sessegnon menjadi kapten Genclerbirligi. Memang, semua kecuali empat dari 18 tim Süper Lig musim ini menurunkan mantan pemain Liga Premier yang berusia di atas 30 tahun.

Untuk menjelaskan kenapa banyak sekali pemain ‘sepuh’ di Super Lig, maka perlu melihat kembali ke belakag tepatnya pada tahun 1984 dan kedatangan seseorang bernama Jupp Derwall sebagai pelatih Galatasaray.

Orang Jerman itu membawa revolusi dalam metode pelatihan dan secara drastis meningkatkan standar sepak bola Turki. Dengan cepat, pelatih asing lainnya seperti Guus Hiddink, Gordon Milne, dan Sepp Piontek mulai bekerja di Negara perbatasan Eropa dan Asia itu.

Akibatnya, standar sepak bola naik dan Turki mulai menjadi tujuan yang jauh lebih menarik bagi para pesepakbola.

Sebelum kedatangan Derwall, satu-satunya pemain asing yang datang ke Turki adalah pemain dari Yugoslavia atau negara Blok Timur lainnya, tetapi sekarang, hampir seluruh pemain dari berbagai benua datang ke sana.

Nama besar pertama yang mendarat di Turki terjadi di tahun 1987 dan 1988 dengan Didier Six bergabung bersama Galatasaray dan Harald Schumacher merapat ke Fenerbahce. Sesudahnya, Jean-Marie Pfaff, Raimond Aumann, Dalian Atkinson dan pasangan pemenang Liga Champions 1995, John van den Brom dan Peter van Vossen, juga turut andil meramaikan persepakbolaan Turki.

Puncak dari fenomena pemain asing dan ‘tua’ ini terjadi pada tahun 1996 ketika Galatasaray mendatangkan Gheorghe Hagi. Impor sepak bola Turki yang paling signifikan pada saat itu dan sebagian besar pers menanyai Fatih Terim karena merekrut pemain Rumania berusia 31 tahun itu.

Namun, Hagi tetap membantu The Yellow-Reds meraih empat gelar dalam lima musim. Hagi tak sendirian, ia ditemani oleh kiper legendari milik Brasil, yakni Claudio Taffarel yang tentunya juga tak muda lagi. Kedua pemain itu sukses membantu Galatasaray meraih satu-satunya trofi Eropa di dalam lemari piala mereka, yakni ketika Galatasaray mengalahkan Real Madrid di final  Piala UEFA 2000.

Keberhasilan tersebut dengan jelas menggambarkan bagaimana, meski umur kedua pemain itu terus bertambah, baik Hagi ataupun Taffarel  masih memiliki kemampuan untuk bersaing di level elit Eropa.

Mereka juga tidak sendiri. Kapten Denmark, Lars Olsen yang berhasil memenangkan Piala Eropa 1992, kala itu bermain untuk Trabzonspor. Empat tahun kemudian, striker Besiktas, Stefan Kuntz menjadi bagian dari tim kemenangan Jerman di Piala Eropa 1996 yg waktu itu digelar di Inggris.

Dari waktu ke waktu, pemain senior terus berdatangan ke Turki. Wesley Sneijder memainkan sebagian dari sepak bola terbaiknya setelah bergabung dengan Galatasaray pada usia 28 tahun dan  memenangkan dua gelar Super Lig dan menjadi salah idol di Telekom Arena. Mario Gomez menikmati salah satu musim paling produktif dalam karirnya di Besiktas pada musim 2015/16.

Bersamaan dengan pencapaian yang cukup sukses, Super Lig juga tempat untuk meluncurkan   pemain-pemain berbakat yang kurang terkenal. Jay-Jay Okocha menghabiskan selama dua musim di Fenerbahce sebelum dibeli seharga 14 juta Euro oleh Paris Saint-Germain.

Franck Ribery menjadi perhatian klub-klub top Eropa saat bersama Galatasaray. Lalu ada Geremi yang bermain untuk Genclerbirligi sebelum ditandatangani oleh Real Madrid, sementara Manchester United mengambil Ronny Johnsen dari Besiktas.

Pola yang sama terjadi lagi dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu pemain terbaik Aston Villa musim lalu, Mahmoud Trezeguet, menghabiskan dua musim bersama Kasımpasa, sementara bek kiri terbaik Porto saat ini, Alex Telles, mencicipi sepak bola Eropa pertama kalinya dengan bergabung bersama Galatasaray.

Bek Lyon saat ini Jason Denayer dan Marçal yang saat ini bermain untuk Wolves, keduanya dikembangkan dengan status pinjaman di Turki.

Menurut UEFA, Super Lig adalah liga terbaik ke-11 di Eropa, dan tingkat persaingan seperti itu sudah dianggap matang untuk lebih dari sekadar menampung bintang-bintang yang menua.

Di samping pemain asing, ada juga talenta domestik yang tak kalah menark dan memiliki skill mumpuni. Nama-nama seperti  Caglar Soyuncu, Cengiz Under, Mehmet Zeki Celik, Merih Demiral, Okay Yokusluu dan Yusuf Yazıcı semuanya telah pindah ke barat dengan sukses.

Mereka yang memilih untuk tinggal di Turki tidak melakukannya karena kurangnya kemampuan. Hasan Sas yang berbasis di dalam negeri dan İlhan Mansız adalah dua pemain kunci dalam membawa Turki ke posisi ketiga di Piala Dunia 2002, sementara Arda Turan sama-sama berpengaruh di Euro 2008. Colak memenangkan Sepatu Emas Eropa pada tahun 1988, sementara Sergen Yalcın dianggap oleh banyak pengamat sebagai salah satu pemain paling berbakat di Turki.

Ada juga pemain asing yang dihormati di Turki tetapi tidak terlalu dihormati di luar. Penjaga gawang Uruguay, Fernando Muslera memasuki musim kesepuluhnya di Galatasaray, dan pemain Brasil, Alex secara efektif menjadi pencetak gol terbanyak Fenerbahçe selama delapan tahun tinggal di kota istanbul.

Hal serupa juga dilakukan oleh Ibrahim Yattara, yang hampir menandatangani kontrak dengan Chelsea dan Real Madrid selama waktunya bersama Trabzonspor.

Salah satu pemain asing yang menarik untuk disorot adalah sayap asal Bosnia, Edin Visca.

Ia bergabung dengan klub pada tahun 2011 dan ikut turun kee divisi kedua pada tahun 2013. Dalam waktu kurang dari satu dekade, Visca adalah pemain paling diremehkan di Eropa, dengan mencatatkan dua digit gol dan assist di masing-masing lima musim terakhirnya. Pada usia 30, peluangnya untuk pindah ke barat mungkin sudah hilang, tetapi untuk semua nama berpengalaman mereka, Visca adalah pemain terpenting Basaksehir.

Seperti yang suah dijelaskan sebelumnya, Turki tidak mungkin bisa lepas sebagai tujuan akhir dari para pemain tua, khususnya di Eropa. Dalam beberapa dekade terakhir, Alexander Hleb, Alvaro Negredo, Asamoah Gyan, Dirk Kuyt, Emmanuel Adebayor, Emmanuel Eboue, Florent Malouda, Guti, Jose Bosingwa, Pepe, Falcao, Robin van Persie, Roberto Soldado, Samir Nasri dan Samuel Eto'o, semua pernah bermain di Süper Lig.

Stigma bahwa sepak bola Turki adaah tempat untuk pemain tua memang sebuah fakta yang tak terbantahkan, namun tidak sesederhana dan berhenti sampai disitu, karena dalam kenyataan lainnya, semua pemain tua itu masih berkualitas, bahkan masih bisa bersaing di kompetisi seperti Liga Champions dan Liga Eropa.

Di samping dengan para penggemarnya yang bersemangat di setiap pertandingan, atmosfer yang mengintimidasi dan Super Lig juga merupakan kompetisi yang sangat bersaing, dalam artian, klub yang menjadi jawara paling banyak, maksimal memiliki selisih lima poin selama enam musim terakhir.

Pada kesimpulannya, sepak bola Turki lebih dari sekadar liburan bagi para bintang-bintang yang menua dan masih menjadi salah satu kompetisi yang terbaik di dunia.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network