Kisah Perjuangan Wanita Sudan untuk Bisa Bermain Sepakbola, Harus Berurusan dengan Militer

"Sepakbola dianggap sebagai olahraga yang maskulin."

Berita | 09 March 2022, 20:11
Kisah Perjuangan Wanita Sudan untuk Bisa Bermain Sepakbola, Harus Berurusan dengan Militer

Libero.id - Timnas wanita Sudan memang belum memenangkan satu pertandingan internasional mana pun, tetapi langkah para anggota skuad timnas Sudan layak diapresiasi lebih,tidak hanya menentang  diskriminas, namun juga sukses menciptakan perubahan.

"Gadis-gadis itu masih mengambil langkah pertama mereka di sepak bola internasional," ujar pelatih timnas wanita Sudan, Salma al-Majidi.

Beberapa tahun yang lalu, kemungkinan terbentuknya timnas wanita Sudan tidak pernah dapat terpikirkan karena kebijakan ketat dari pemimpin diktator Omar al-Bashir.

Tetapi dalam beberapa bulan setelah penggulingannya pada 2019, dan di belakang protes massa terhadap pemerintahannya, Sudan meluncurkan turnamen sepak bola wanita pertamanya.

Pada tahun 2021, timnas wanita pertama Sudan lahir.

Sejak saat itu, tim berjuluk 'The Secretarybirds' itu langsung mengambil bagian dalam Piala Wanita Arab 2021, bermain melawan Mesir, Tunisia dan Lebanon.

"Mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih sedikit daripada tim-tim lain," ujar Majidi kepada AFP setelah pertandingan persahabatan dengan tetangganya, Sudan Selatan pada Februari, di mana Sudan kalah 6-0. 

"Tapi kinerja mereka semakin baik."

Konflik Sudan Merusak Laga Penting

Majidi berujar bahwa kekalahan timnya dalam pertandingan terakhir sebagian bagian dari demonstrasi anti-kudeta pemerintahan Sudan.

Gelombang protes massal yang konsisten benar-benar merusak segalanya.

Aksi demonstrasi itu sendiri sedikitnya telah menelan 85 nyawa sejak kudeta militer pada Oktober yang dipimpin oleh panglima militer Abdel Fattah al-Burhan.

Kudeta di negara Afrika itu sendiri mengakibatkan salah satu pertandingan mereka menghadapi Aljazair dibatalkan setelah dijadwalkan berlangsung pada 26 Oktober 2021 - sehari setelah perebutan kekuasaan militer.

“Kami tidak bisa mempersiapkan dengan baik,” ujar Majidi.

 "Dan belakangan ini menjadi sulit untuk berlatih secara teratur."

Majidi telah menghadapi tantangan berat sebelumnya. Dia juga wanita Arab pertama yang melatih tim sepak bola pria, termasuk beberapa klub pria liga kedua Sudan.

Kapten tim Fatma Gadal termasuk di antara wanita yang menolak diskriminasi gender yang disetujui negara selama tiga dekade pemerintahan Bashir.

Selama bertahun-tahun, ia dan yang lainnya harus melewati banyak sekali rintangan untuk memainkan sepakbola.

Sementara di bawah Bashir tidak ada larangan untuk wanita bermain sepakbola.

Gadal mengatakan mereka harus "sering mencari daerah terpencil" untuk berlatih, karena banyak yang memandang sepak bola sebagai "olahraga maskulin".

"Orang-orang pada umumnya menentangnya, dan kami sering diusir dari lapangan ketika kami terlihat bermain," lanjut Gadal.

Setelah kudeta di bulan Oktober, yang menggagalkan transisi yang telah dinegosiasikan dengan susah payah antara para pemimpin militer dan sipil, banyak yang khawatir kebebasan yang diperoleh dengan susah payah sejak penggulingan Bashir akan dibatalkan.

"Kami hanya tidak ingin pemerintahan militer," ujar Gadal, memperingatkan bahwa ini akan menjadi "tantangan yang sama seperti di bawah Bashir".

Majidi percaya bahwa sepak bola wanita akan tetap ada, terlepas dari pemerintah apa pun yang akan datang.

“Kami ingin performa kami lebih baik lagi di pertandingan-pertandingan mendatang,” ujar Majidi.

 "Orang-orang di Sudan menjadi lebih menerima sepak bola wanita."

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network