Kisah John Halls, Dari Main Bareng Henry di Arsenal Jadi Peragawan di Catwalk Milan

"Lulus dari Akademi Arsenal, tapi berakhir di panggung peragaan busana. Kok, bisa?"

Biografi | 07 November 2021, 03:10
Kisah John Halls, Dari Main Bareng Henry di Arsenal Jadi Peragawan di Catwalk Milan

Libero.id - Biasanya, pemain yang gagal dan terpaksa pensiun dini memilih profesi baru yang tidak jauh dari sepakbola. Entah sebagai pelatih, agen, atau pengurus klub. Ada pula yang melanjutkan karier dengan berbisnis atau menjadi pekerja kantoran. Tapi, John Halls berbeda.

Berkarier sebagai pemain sepakbola tidaklah mudah. Meski menempa diri di salah satu akademi sepakbola terbaik dunia, bukan berarti jaminan masa depan cerah di lapangan hijau.

Halls adalah salah fakta tentang hal itu. Dia muncul melalui Akademi The Gunners. Lalu, dipinjamkan dan menjadi bintang di Stoke City. Kemudian, pernah bermain untuk Reading. Dan, kesuksesan terbesarnya bukanlah dalam karier sepakbola yang tergolong biasa-biasa saja, bahkan cenderung minor.

Kesuksesan Halls justru didapatkan di luar sepakbola, yaitu di peragaan busana di Milan. Dia adalah salah satu dari sedikit yang beruntung memiliki bakat alami dan ketampanan. Sifat yang harus dia syukuri karena membuatnya sukses dalam karier setelah sepakbola.

Tapi, cerita ini bukan salah satu yang membuatnya bangga. Sebab, dia masih mencintai dan ingin sekali untuk mengembalikan kesempatannya bermain sepakbola. Bahkan dia tidak peduli seberapa glamor kehidupan barunya. Jelas, dia ingin memperpanjang kehidupan sebelumnya ketika masih berkarier di sepakbola.

Itu karena awal karier Halls sebenarnya menjanjikan. Setelah memenangkan Piala FA Junior 1999/2000 bersama Arsenal dan kemudian masuk ke skuad utama, hingga membuat tiga penampilan di Piala Liga. Itu tentu tidak memuaskannya.

Halls berharap untuk mencapai lebih banyak dari yang dicapai. "Saya sangat beruntung dan mendapat hak istimewa untuk datang ke tim seperti Arsenal. Tidak sampai saya meninggalkan Arsenal, saya berpikir: Ya Tuhan, saya berlatih setiap hari dengan Thierry Henry dan Dennis Bergkamp," ujar Halls, dilansir Planet Football.

"Pada saat itu saya sebagai anak muda yang sombong, berpikir saya lebih baik dari semua orang, berpikir, 'Saya harus bermain di depan dia dan dia'. Hanya ketika anda keluar darinya dan berpikir tentang berbagai aspek kehidupan, anda menyadari betapa istimewanya anda," tambah Halls.

"Saya selalu sepenuhnya percaya pada diri saya sendiri, seperti kebanyakan pesepakbola, dan saya memiliki sedikit istirahat pada usia 17 atau 18 tahun. Saya duduk di bangku cadangan (saat melawan) Charlton Athletic. Nelson Vivas gagal mengeksekusi penalti dan kami kalah 0-1," ungkap Halls.

"Saya mengalami cedera lutut setelah itu. Jadi, saya keluar untuk sementara waktu. Kemudian saya kembali dan dimasukkan dalam skuad Piala Liga lagi dan berada di bangku cadangan ketika Dennis Bergkamp mencetak gol konyol itu di Newcastle," tambah Halls.


Kehidupan setelah Arsenal

Meski percaya pada kemampuannya sendiri, peluang terbatas didapatkan Halls di London Utara. Lalu, dia dipinjamkan ke Colchester United dan Beveren. Segalanya berubah ketika Tony Pulis membawanya ke Stoke dengan status pinjaman pada 2003. Sebab, kesepakatan itu dibuat permanen pada akhir tahun.

"Selalu sulit untuk meninggalkan klub seperti Arsenal. Sebab, cara kami diajarkan di era saya sangat berbeda bahkan dengan tim-tim Championship atau Liga Premier yang lebih rendah. Jadi, ketika anda harus pergi dan turun level, itu cukup sulit," ujar Halls.

"Tapi saya pergi ke Stoke City dengan status pinjaman dan bermain di setiap pertandingan selama dua bulan. Saya tidak ingin kembali ke Arsenal saat itu, saya menyukainya," tambah mantan pesepakbola kelahiran Islington, 14 Februari 1982, tersebut.

"Saya tidak ingin duduk di bangku cadangan atau bermain sepakbola bersama tim cadangan. Jadi, saya berbicara dengan bos (Arsene Wenger). Saya memiliki satu tahun tersisa di kontrak saya, tapi saya ingin bermain. Saya masih muda dan antusias. Saya memutuskan dan akhirnya pergi ke Stoke," ungkap Halls.

"Kalau dipikir-pikir, saya mungkin saya harus tetap di Arsenal, karena siapa yang tahu apa yang akan terjadi. Tapi, pada saat itu saya ingin bermain. Pulis menerima saya dengan tangan terbuka. Dia mencintaiku, saya juga mencintainya. Dia membiarkan saya melakukan apa yang saya inginkan di lapangan, yang saya butuhkan sebagai pesepakbola," beber Halls.

"Fans juga brilian. Semua orang tahu nama saya di pusat kota. Dan, senang dikenal sebagai pesepakbola. Saya menikmati setiap menitnya," ucap Halls.

Hall menghabiskan lebih dari dua tahun di Stoke. Lalu, kepergian Pulis dan keluhan kontrak menyebabkan dia pergi ke Reading. Itu terbukti menjadi akhir baginya sebagai pesepakbola. Sebab, lebih dari dua tahun di Madejski Stadium, Halls hanya memainkan dua pertandingan liga.

"Itu tidak berhasil di Reading. Saya tidak tahu siapa yang mengontrak saya, yang menurut saya cukup umum di sepakbola. Tapi, (pelatih) Steve Coppell tidak menerima saya, dan saya tidak senang," kata Halls.

"Saya tidak cocok dengan gaya mereka. Mereka menggunakan full back untuk meletakkan bola di sayap, memainkan bola yang aman, yang sama sekali bukan permainan saya. Saya juga memiliki masalah cedera dan sebelum saya menyadarinya, waktu saya di sana telah berakhir," ungkap Halls.

"Ketika saya pergi, hanya ada beberapa klub yang tertarik. Aku menyia-nyiakan waktuku di Reading. Semua yang saya lakukan di Reading tidak baik untuk saya. Saya melihat ke belakang sekarang dan saya tidak menyesal. Tapi, saya berharap saya bisa keluar dari sana lebih awal," beber Halls.

Kurangnya permainan dan cedera mengambil korban di Halls. Dia terus duduk di pinggir lapangan menunggu kesempatan diantara waktu yang dihabiskan di ruang fisioterapis. "Saya benar-benar jatuh cinta dengan permainan ini. Tapi, masalah ini menghambat kemajuan saya," ucap Halls.


Karier yang sama sekali berbeda

Setelah sempat membela Aldershot dan Wycombe, karier Halls mulai mereda sebelum waktunya. Saat itu, dia baru berusia 30 tahun dan cedeta achilles yang tak kunjung reda. Ditambah gaya hidup yang kurang mencerminkan atlet profesional, maka Halls memutuskan berhenti.

"Saya suka keluar malam, saya tidak akan berbohong. Saya memiliki banyak teman yang menikmati keluar malam dan saya menikmatinya. Dua tahun terbaik dalam karier saya ada di Stoke," lata Halls.

“Masalahnya, ketika anda cedera dan anda terus tersingkir, saat itulah ada yang salah. Karena anda tidak tetap fit sehingga lebih banyak cedera datang pada hari itu. Jika saya bisa kembali, saya akan mengubahnya. Saya akan jauh lebih profesional dari yang pernah saya jalani," ungkap Halls.

Beruntung, Halls memiliki wajah tampan, posturnya bagus, dan memiliki banyak teman dari luar sepakbola. Jadi, dia tidak perlu pusing saat memutuskan gantung sepatu pada 2012.

"Saya benar-benar beruntung. Saya pensiun dengan Wycombe dan sekitar lima atau enam hari kemudian, saya berada di pusat perbelanjaan ketika agen saya sekarang mendekati saya dan bertanya apakah saya ingin mulai menjadi model. Jadi, saya mencobanya," kata Halls.

"Sebelum itu, saudara perempuan saya menyuruh saya pergi ke beberapa agensi ketika saya masih bermain dan dia berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang bisa saya lakukan. Saya melakukan tes pemotretan untuk agensi saya, dan mereka merekrut saya," tambah Halls.

"Saya telah bekerja dengan Armani, Dolce & Gabbana, Marks & Spencers, Next, dan H&M. Jadi, saya sangat beruntung. Ini membawa saya ke seluruh dunia, yang sangat bagus, terutama ketika anda tidak membayarnya," ujar Halls.

Halls telah mengalami malam yang dingin di Stoke dan catwalk di Milan. Dia tahu mana yang lebih sulit untuk dihadapi. "Kepercayaan diri sangat berpengaruh dalam sepakbola dan modeling. Saya selalu sangat yakin dengan diri saya sendiri dari sepakbola dan pendidikan saya di Arsenal," ungkap Halls.

"Tapi, dengan catwalk, mereka membuat anda sampai di sana empat jam sebelum anda harus berjalan di atas catwalk, meski saat tampil hanya butuh 30 detik. Selama empat jam anda hanya ingin itu selesai. Tapi, ada orang yang menyentuh rambut anda dan merapikan pakaian anda. Jadi, itu banyak menunggu. Ini cukup membosankan. Saya lebih suka bermain sepakbola," pungkas Halls.

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network