Kisah Coventry Jual Pemain ke Real Madrid, Untung Rp19,6 Miliar dalam Enam Hari

"Bisnis sepakbola memang unik. Beli pemain bukan digunakan, tapi dijual."

Biografi | 27 October 2021, 08:26
Kisah Coventry Jual Pemain ke Real Madrid, Untung Rp19,6 Miliar dalam Enam Hari

Libero.id - Jika anda penggemar Real Madrid, anda pasti tahu pemain asal Kroasia bernama Robert Jarni. Dia adalah pemain seangkatan Davor Suker, Predrag Mijatovic, Fernando Hierro, hingga Christian Panucci. Tapi, tahukah anda bahwa pemain Kroasia itu datang ke Estadio Santiago Bernabeu lewat proses yang unik. 

Kisah ini terjadi pada 1998. Dia memiliki tiga klub dalam satu satu pekan, yaitu Real Betis, Coventry City, dan tentu saja Los Blancos. 

Tahun itu, Jarni mencatatkan status sebagai salah satu bek kiri terbaik di Eropa. Bersama Suker, Zvonimir Boban, hingga Slaven Bilic, Jarni mencatatkan prestasi membanggakan bersama Kroasia pada debut Piala Dunia. Saat itu, pada turnamen di Prancis, mereka mampu menempati peringkat ketiga.

Aksi dengan Kroasia hanya puncak. Pasalnya, sepanjang musim 1997/1998, Jarni juga bermain sangat bagus di La Liga bersama Betis. Dia mencetak enam gol dari 28 pertandingan, termasuk ke gawang Barcelona dan Madrid.

Pada saat yang sama, di kompetisi yang lain, Coventry baru saja finish di urutan 11 Liga Premier. Kemudian, tim pelatih berpikir bahwa The Sky Blues perlu memiliki pemain yang lebih baik agar bisa bersaing di musim berikutnya. Mereka memutuskan membeli Jarni dari Betis dengan 2,6 juta pounds (Rp50,7 miliar).

Jarni sebenarnya tidak mau datang ke Inggris. Dia ingin bertahan di La Liga karena Los Blancos memang sudah mengajaknya bergabung. Masalahnya, Betis selaku klub pemilik menolak tawaran Los Blancos karena statusnya sebagai tim rival.

Jadi, ini seperti kejatuhan durian runtuh. Para pendukung Coventry hampir tidak bisa mempercayai keberuntungan mereka. Skuad Gordon Strachan saat itu memiliki banyak pemain Liga Premier yang dapat diandalkan. Tapi, mereka bukanlah barisan pemain berbakat bertabur bintang. 

Uniknya, enam hari setelah menandatangani kontrak dengan Coventry, Jarni justru dijual ke Madrid. Harganya, 3,6 juta pounds (Rp70,2 miliar). Artinya, ada keuntungan 1 juta pounds (Rp 19,6 miliar) hanya dalam seminggu.

Kok, bisa? Ternyata ini adalah taktik Betis. Mereka memang sengaja tidak mau menjual pemain ke Los Blancos dan lebih condong menjual ke klub Inggris. Tujuannya agar Madrid mau menaikan harga belinya. Ini adalah strategi yang sering dilakukan oleh banyak klub.

Di Liga Premier, cara seperti itu pernah dilakukan ketika Wolverhampton Wanderers membuat peminjaman Benik Afobe dari Bournemouth permanen pada musim panas 2018. Kemudian, mereka menjual sang striker ke Stoke City, beberapa hari kemudian, untuk mendapat keuntungan. 

Sementara Manchester United menolak menjual Zeki Fryers ke Tottenham Hotspur dan meminta mereka hanya meminjamnya enam bulan setelah bergabung dengan Standard Liege.

Meski itu alasannya, satu pertanyaan besar tetap ada, yaitu mengapa yang dipilih Coventry? Bayangkan, Madrid adalah klub terbesar di dunia. Sementara Coventry adalah tim kecil yang mengeluarkan dana besar untuk pemain Piala Dunia. Harap diingat bahwa 2,6 juta pounds pada 1998 adalah angka yang sangat besar. 

Lalu, siapa diantara petinggi Madrid yang memutuskan bahwa Strachan adalah orang yang tepat untuk memuluskan skenario tersebut?

Sulit untuk mengetahui apa yang harus dipercaya dalam situasi ini. Tapi, sampai beberapa tahun kemudian, sampai sang pemain pensiun, mereka menyatakan bahwa kepindahan Jarni ke Coventry adalah asli. Hanya karena keluarganya enggan pindah ke Inggris, maka dia memutuskan mudik ke Spanyol.

"Strachan ingin saya mendatangkan saya ke Coventry. Dia menyukai cara saya bermain. Dia menyukai penampilan saya di klub dan timnas. Tapi, setelah saya menerima tawaran dari Madrid, saya memutuskan untuk bergabung bersama mereka sebagai gantinya," kata Jarni kepada Herald Sport pada 2013.

"Saya tidak akan mengatakan itu adalah keputusan istri saya. Tapi, itu adalah keputusan keluarga. Keluarga saya menentang saat saya ingin pindah ke Inggris. Kami memiliki anak kecil, putri saya masih duduk di sekolah dasar di Spanyol, dan kami lebih suka tinggal di sana daripada pindah ke Inggris," tambah Jarni.

"Saya jujur tentang itu. Ketika saya memberi tahu Strachan, dia bisa mengerti.Dia paham dengan situasi saya," ucap Jarni.

Keduanya, bertemu lagi 15 tahun setelah transfer. Saat itu, Strachan memimpin Skotlandia melawan Kroasia. Sementara Jarni bekerja untuk Hajduk Split. Mereka bertemu dan berbincang-bincang hangat layaknya kawan lama yang tidak pernah bertemu.

"Jalan kami mengambil arah yang berbeda. Kami tidak bertemu satu sama lain dan berbicara satu sama lain untuk waktu yang cukup lama. Tapi, saya Tahu kami akan tinggal di hotel yang sama dan saya sangat menantikan bertemu dengannya lagi," ungkap Jarni.

"Terlepas dari tinggi badannya, dia adalah pria yang besar. Saya ingat saat Gordon Strachan menjalani hari-harinya sebagai pemain. Dia selalu bertekad, penuh kemauan dan keinginan," tambah Jarni.

Lalu, bagaimana karier Jarni di Madrid? Ternyata, dia hanya menghabiskan satu musim di Estadio Bernabeu karena berjuang untuk masuk ke starting line-up. Salah satunya karena Los Blancos punya Roberto Carlos, yang dikemudian hari menjelma menjadi bek kiri terbaik di planet ini. 

Jarni kemudian turun ke divisi bawah dan bergabung dengan Las Palmas sebelum pensiun dengan Panathinaikos pada 2002.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network