Kisah James Beattie, Penyerang Inggris Berbakat yang Tak Pernah Dihargai

"Gol-golnya akan selalu dikenang"

Biografi | 01 September 2021, 06:15
Kisah James Beattie, Penyerang Inggris Berbakat yang Tak Pernah Dihargai

Libero.id - Mungkin namanya tidak setenar Wayne Rooney atau pun Alan Shearer, tetapi untuk para pendukung Southampton, Everton, Sheffield United atau Stoke City, James Beattie memiliki bakat yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

James Beattie ingin menjadi ahli bedah otak. Entah itu atau perenang profesional. Dia pergi ke sekolah dasar dan akan berenang 50 mil seminggu di kolam renang untuk mengejar mimpinya.

Saat masih berusia 14 tahun, Beattie menduduki peringkat kedua dalam perlombaan renang gaya bebas 100 meter. Tetapi masalah tulang rawan di bahunya dan pembicaraan tentang radang sendi awal mendorongnya menuju jalur karier pilihan ketiganya: sepak bola.

Tentu saja penggemar Southampton, Everton, Sheffield United, dan Stoke City berterima kasih atas semua gol dan momen indah yang pernah ia berikan untuk klub.

Namun, meskipun menjadi pencetak gol paling produktif ke-35 di Liga Premier dengan 91 gol, Beattie tetap menjadi sosok yang agak diremehkan. Ia hanya mengemas  lima caps untuk Inggris, dengan Emile Heskey dan Darius Vassell lebih disukai oleh Sven Goren Eriksen untuk skuad Euro 2004.

“Saya tidak berpikir saya benar-benar diberi kesempatan yang adil,” ujar Beattie kepada BBC pada tahun 2013.

Secara kualitas, Beattie bagus di udara, memiliki kaki kanan yang kuat dan sangat mematikan saat penempatan bola mati. Ia juga pekerja keras, cerdas dan pemain yang cepat. Di Southampton ia adalah prototipe bayangan Rickie Lambert.

Merupakan jebolan akademi Blackburn dan mengidolai Alan Shearer, Beattie dibawa ke Saints oleh Dave Jones, yang terkesan setelah melihatnya bermain bersama putranya di tahun-tahun pembentukannya.

Menjadi bagian dari The Saints

Beattie segera mulai membuat namanya naik di St Mary's.

Meski pada awal musim, Beattie tampak kesulitan untuk beradaptasi – ia hanya berhasil mencetak lima gol di musim debutnya. Namun dua gol dalam tiga pertandingan terakhir musim 1998/1999, salah satunya adalah gol yang sangat mirip dengan gaya Marco van Basten di Euro 1988 , membuat Saints keluar dari zona degradasi untuk pertama kalinya pada musim itu.

Dan sejak saat itu, Beattie memulai kariernya masyhurnya di pantai selatan dengan menyumbangkan 76 gol dalam 233 penampilan. Cedera sempat sedikit menahannya – merusak musim berikutnya, tapi setelah menolak pindah ke Crystal Palace, ia mulai produktif mencetak gol lagi.

Puncak karier profesionalnya selama 17 tahun terjadi pada musim 2002/2003 ketika hanya Thierry Henry dan Ruud van Nistelrooy mengunggulinya di papan atas.

Meskipun bermain di sisi Gordon Strachan yang cukup sederhana, Beattie meninggalkan nama-nama seperti Michael Owen, Alan Shearer dan Nicolas Anelka di belakangnya untuk mencetak 23 kali dalam sembilan bulan.

Selain membantu klub finis kedelapan di Liga Premier, capaian tertinggi Southampton di kompetisi, dan mencapai final Piala FA, di mana mereka kalah tipis dari Arsenal, masih lolos ke Eropa, Beattie juga mewarnai musim itu dengan gol-gol indahnya.

Bermain bersama Everton

Meskipun saat-saat terbaiknya – dan pengakuan internasional – datang di Southampton, ada momen-momen yang menonjol, baik dan buruk, sesudahnya juga.

Setelah kariernya naik bersama Southampton, Beattie kemudian pindah ke Everton dengan mahar 6 juta Poundsterling, mencetak gol terbanyak untuk The Toffees di musim 2005/2006. Penampilannya yang impresif musim itu, termasuk chip indah dari tepi kotak melawan Fulham, sekali lagi membawanya masuk ke timnas Inggris.

Namun, ia tidak disukai di Everton dan akhirnya turun ke Championship bersama Sheffield United, yang membayar rekor klub sebesar 4 juta Poundsterling untuk jasanya pada musim panas 2007. Di sana ia menghidupkan kembali bentuk terbaiknya, mencetak 22 gol liga dan memenangkan penghargaan Pemain Terbaik Tahun itu dari Blades.

Cara khasnya dalam mengambil penalti – berjalan dengan santai kemudian berbelok tajam 180 derajat dan melepaskan tendangan – serta sundulan ke bawah yang tak terhitung jumlahnya, membuatnya menjadi favorit penggemar di Bramall Lane.

Ia kemudian pindah ke Stoke City seharga 3,5 juta Poundsterling pada Januari 2009. Ia adalah pemain yang dibutuhkan oleh Tony Pulis dan benar saja, ia sukses mencetak tujuh gol dalam 16 penampilan pertamanya di Liga Premier untuk menjauhkan Potters dari bahaya degradasi di musim pertama mereka kembali ke papan atas.

Warisan abadi

Dengan usia dan cederanya yang mulai membaik, ia menghabiskan tahun-tahun terakhir kariernya dengan bermain di Rangers, Sheffield United dan Accrington, di mana kini akhirnya ia pindah ke manajemen.

Sementara Beattie terutama dikenang karena eksploitasi sepakbolanya, temperamennya yang terkadang berapi-api tidak bisa diabaikan. Pada masanya ia menanduk William Gallas dan berselisih dengan bos Everton-nya,  David Moyes.

Tapi tentu saja insiden yang paling terkenal adalah bagaimana Tony Pulis menanduk Beattie di kamar mandi setelah striker itu keberatan dengan keputusan pria Wales setelah dikalahkan oleh Arsenal - insiden yang kemudian digambarkan bek Ryan Shawcross sebagai "tontonan".

Beattie berada di antara Kevin Davies, Ole Gunnar Solksjaer, Mark Viduka dan Kevin Phillips dalam daftar pencetak gol terbanyak sepanjang masa Liga Premier. Tapi ia menawarkan lebih dari sekedar gol. Warisannya jauh lebih besar dan layak mendapat pengakuan.

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network