Kisah Peter Bosz, Pelatih Baru Lyon Pernah Bawa Ajax Runner-up Liga Eropa

"Dalam beberapa hal, ia mengingatkan kita pada sosok Pep Guardiola"

Biografi | 22 August 2021, 17:52
Kisah Peter Bosz, Pelatih Baru Lyon Pernah Bawa Ajax Runner-up Liga Eropa

Libero.id - Peter Bosz kini masih berjuang untuk menemukan strategi yang tepat di Olympique Lyonnais, yang masih mencari kemenangan pertama mereka di bawah pelatih asal Belanda itu ketika mereka menghadapi tim medioker,  Clermont Foot 63, pada Minggu malam (22/8/2021).

“Kami belum siap”, ujar Bosz sebelum Lyon memulai musim di kandang melawan Stade Brestois 29 pada 7 Agustus. Ia tahu apa yang akan terjadi dan pertandingan pertamanya bersama Les Gones di Ligue 1, mendapatkan hasil yang mengecewakan, di mana Lucas Paquetá dkk harus kalah 3-0 dari Angers SCO, tim yang dilatih oleh mantan asisten Lyon, Gérald Baticle.

“Saya tidak terlalu khawatir, tetapi itu membuat saya gila,” ujar pria Belanda itu usai pertandingan yang digelar Raymond Kopa Stadium tersebut.

Namun laga perdana bukan lah penentu segalanya, Lyon dan Bosz masih memiliki banyak pertandingan sisa yang harus dilakoni dan sama seperti yang pernah ia lakukan sebelum-sebelumnya, mantan pelatih Vitesse itu selalu bisa menemukan cara untuk membawa timnya bangkit kembali.

Masa aktif sebagai pemain

Lahir di Apeldoorn pada 21 November 1963, Bosz memulai karir profesionalnya dengan Vitesse pada tahun 1981; setelah musim pinjaman dengan AGOVV Apeldoorn di liga amatir Belanda pada tahun 1984, ia kembali ke sepak bola profesional dengan bermain untuk RKC Waalwijk selama tiga musim(1985 -1988), kemudian pindah ke Prancis bersama SC Toulon (1988 hingga 1991), dan bermain enam musim dengan raksasa Belanda Feyenoord, di mana ia meraih gelar Eredivisie musim 1992/1993 serta Piala KNVB sebanyak tiga kali. Bosz kemudian pensiun pada akhir tahun 1999 setelah musim keduanya bersama tim asal Jepang, JEF United Ichihara.

Karier kepelatihan

Sangat mengidolai taktik bermain Johan Cruyff, Bosz adalah tipikal pelatih yang selalu mengandalkan gaya bermain ofensif dan penguasaan bola.

Ia memulai karier kepelatihanyya bersama AGOVV Apeldoorn tahun 2000 dan sukses membawa mereka menjuarai liga amatir Belanda di tahun 2002. Menjelang akhir tahun 2002, ia baru mulai melatih tim profesional seperti De Graafschap (selama satu musim) dan Heracles Almelo selama dua musim (2004-2006).

Melihat cara berpikirnya yang visioner serta pengalamannya dalam mengolah tim, Feyenoord yang pernah ia bela kemudian melakukan revolusi dalam manajemen mereka, dengan mendatangkan ia bersama beberapa nama terkenal lainnya, seperti Giovanni van Bronckhorst, Roy Makaay, Tim de Cler, Kevin Hofland dan Denny Landzaat. Di De Kuip, Bosz memainkan peran sebagai seorang direktur teknik selama 3 tahun (2006-2009).

Bosz kemudian kembali lagi ke Heracles untuk waktu 3 tahun sebelum membuat namanya naik di Belanda saat menukangi Vitesse. Di tim berjuluk 'The Vitas' itu lah Bosz mulai matang sebagai pelatih sekaligus manajer, dalam waktu tiga musim, ia sukses membawa Vitesse beberapa kali meraih tiket play-off bermain di Liga Eropa, hal yang sudah lama dinantikan oleh pendukung klub, bahkan berkat penerapan bermainnya yang atraktif, ia pernah masuk nominasi Rinus Michels Award pada musim 2013/2014, tetapi kalah dari Phillip Cocu, yang sukses membawa PSV Eindhoven meraih gelar Eredivisie.

Pada tahun 2016, ia ditunjuk sebagai manajer Ajax yang baru dan Bosz melanjutkan catatan impresifnya di dunia kepelatihan. Masih dengan gaya bermain yang menyerang serta agresif, pelatih berkepala plontos itu sukses menggembleng mental anak-anak muda de Godenzonen. Meski hanya satu musim bersama Ajax dan tidak memberikan gelar apapun (hanya membawa Ajax ke final Liga Eropa 2016/2017), bisa dikatakan ia adalah orang yang memberikan pondasi kuat untuk Ajax yang kita kenal saat ini, nama-nama muda seperti Matthijs de Ligt, Frenkie de Jong, David Neres, hingga Justin Kluivert adalah pemain yang mendapatkan arahan langsung darinya, dan dua diantaranya kini bermain untuk Juventus dan Barcelona.

Pada bulan Juni 2017, ia pindah ke Jerman untuk melatih tim muda lainnya, yakni Borussia Dortmund. Waktunya di Westfalenstadion juga terbilang singkat, karena pada bulan Desember 2018 ia melatih tim Bundesliga lainnya, Bayer Leverkusen. 

Di tim berjuluk 'Die Werkself' itu, ia juga menerapkan gaya permainan dominan dalam menguasai bola dan cepat secara menyerang, masih sama dan akan selalu diterapkannya.

“Barcelona memiliki aturan tiga detik (menahan bola). Tetapi kami bukan Barcelona, jadi saya menerapkan aturan dua detik,” ujar Bosz saat masih di Ajax.

Dalam 3 musim di BayArena, Bosz juga berperan sebagai pemandu bakat, dan ia adalah orang mengembangkan bakat Kai Havertz (kini bermain di Chelsea) serta Florian Wirtz. Catatannya bersama Leverkusen juga tidak terbilang buruk, di mana ia sukses mengamankan posisi 4 besar Bundesliga dalam tiga musim melatih dan yang menarik, pada musim 2018/2019, atau musim pertamanya melatih, Bosz menjadikan Leverkusen sebagai tim Jerman paling produktif di sejarah babak grup Liga Eropa (21 gol).

Kini setelah kontraknya diputus oleh Leverkusen pada bulan Maret lalu, pria berusia 57 tahun itu sekarang mengabdi di Stadion Groupama untuk menggantikan Rudi Garcia dan mengembalikan Lyon ke ajang Liga Champions adalah tugas utamanya musim ini.

Tapi hal ini mungkin agak sulit setelah klub ditinggal oleh Memphis Depay ke Barcelona. Kendati begitu Bosz masih bisa mengandalkan beberapa nama pemuda lainnya seperti Lucas Paquetá, Houssem Aouar ataupun Rayan Cherki yang memiliki bakat menyerang seperti dibutuhkannya, dan lagi Lyon baru saja mendapatkan amunisi baru di lini belakang melalui Emerson Palmieri yang dipinjam dari Chelsea.

Untuk itu, menarik melihat kebangkitan Lyon musim ini melalui tangan dingin seorang Peter Bosz.

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network