Kisah Cha Du-ri, Legenda Sepakbola Korea Sehebat Ayahnya, Cha Bum-kun

"Lahir di Jerman, sukses di Eropa dan Asia. Salah satu pemain hebat Korea sebelum era Son Heung-min."

Biografi | 18 August 2021, 06:21
Kisah Cha Du-ri, Legenda Sepakbola Korea Sehebat Ayahnya, Cha Bum-kun

Libero.id - Hidup di bawah bayang-bayang kebesaran seorang ayah memang selalu tak mudah, lebih-lebih bagi pesepakbola. Tapi, jika anda bertanya pada Cha Du-ri, dia akan menjawabnya dengan prestasi di lapangan.

Du-ri adalah anak dari pencetak gol terbanyak sepanjang masa tim nasional Korea Selatan, Cha Bum-kun. Ayahnya adalah pencetak lebih dari 50 gol dari 120 pertandingan internasional, pemenang dua Piala UEFA, dan pemegang sejumlah rekor membanggakan di Bundesliga.

"Terkadang saya membenci ayah saya. Apa yang telah dia capai adalah tembok besar di depan saya dalam hal karier," ucap Du-ri di situs resmi AFC, beberapa waktu lalu.

Bum-kun pada masanya, dan mungkin hingga kini, dianggap sebagai salah satu pemain terbesar Asia yang pernah ada. Tapi, pada saat bersamaan Du-ri  justru mengikuti karier ayahnya. "Ayah saya selalu menjadi motivasi saya sebagai pemain sepakbola. Saya ingin menjadi hebat seperti dia," tambah Du-ri.

Sepanjang kariernya, Du-ri mencapai beberapa level yang tak kalah hebat dari ayahnya, baik di klub ataupun negara. Dia membawa timnya mencapai Piala Asia 2015, final Liga Champions Asia 2013, peringkat ketiga Piala Asia 2011. Dirinya juga tampil di Piala Dunia 2002 dan 2010.


Melepaskan diri dari bayang-bayang ayahnya

Bum-kun fenomenal di sepakbola Jerman, terutama saat di Eintracht Frankfurt dan Bayer Leverkusen. Di sana, dia dikenal sebagai "Cha Boom" karena kecepatan dan tendangannya yang menggelegar.

Bum-kun bermain untuk Bayern Leverkusen pada 1983-1989. Di sana, Du-ri lahir pada 1980. "Hari Senin saya di sekolah sangat bergantung pada apa yang dilakukan ayah saya selama akhir pekan. Jika dia bermain bagus, saya merasa sangat bangga dan akan  sedikit sombong di kelas. Tapi, jika dia tidak melakukannya dengan baik, saya sedikit lebih tenang dan suasananya sangat berbeda," kenang Du-ri.

“Pada masa itu, tidak ada game online atau internet seperti saat ini. Jadi, untuk anak-anak muda di Jerman, sepakbola benar-benar hiburan utama dan semua yang kami bicarakan adalah impian setiap anak muda untuk menjadi pesepakbola." ujar Du-ri.

"Ke mana pun keluarga saya pergi, banyak orang menyambut kami dan memberi saya kesan positif sehingga saya ingat saat itu saya berpikir bahwa jika anda menjadi pemain sepakbola, anda akan mendapatkan sambutan seperti ini ke mana pun anda pergi," tambah Du-ri.

Namun, satu tempat Du-ri kurang begitu nyaman adalah pada saat di tribun Stadion Ulrich Haberland. Di tempat itu, ibunya, Oh Eun-mi, percaya dan mengatakan bahwa dirinya akan menjadi pengalih perhatian Bum-kun sehingga mengakibatkan ayahnya tidak fokus bermain.

Jadi, Du-ri harus menonton pertandingan di televisi. Itu termasuk melihat ayahnya mencetak gol sundulan penting untuk Leverkusen di leg kedua final Piala UEFA 1987/1988.


Memilih jalur sepakbola seperti Bum-kun

Pada 1991, Bum-kun pensiun dan mendapatkan pekerjaan sebagai pelatih klub K-League, Ulsan Hyundai. Keluarga itu meninggalkan Jerman untuk kembali ke Korea. Di sana, mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berbeda.

Du-ri kemudian mulai serius dengan sepakbola saat masuk tim sekolah sebelum akhirnya diterima di Seoul University pada 1999. Kemampuan Du-ri menarik minat pelatih timnas saat itu, Guus Hiddink. Lalu, pada usia 21 tahun, Du-ri melakukan debut untuk The Taegeuk Warrior dalam pertandingan persahabatan melawan Senegal, pada November 2001.

Berkat penampilan yang meyakinkan, Hiddink membawa Du-ri ke Piala Dunia 2002, yang bersejarah. "Saya benar-benar terkejut dipanggil untuk timnas di era itu. Saat itu saya merasa harus kuliah dulu dan lulus sebelum bermain secara profesional. Jadi, sungguh sensasional bagi pemain seperti saya yang belum lulus bisa dipanggil," kata Du-ri.

"Pelatih mengatakan kepada saya bahwa dia membutuhkan saya karena saya sangat cepat dan fisik saya bagus. Ketika pertandingan berlangsung cukup lama dan orang-orang mulai lelah, saya bisa menjadi pilihan berbeda dari bangku cadangan," tambah Du-ri.

"Saya jelas senang dengan pemilihan itu. Tapi, secara bersamaan ada banyak kontroversi tentang hal itu karena saya tidak pernah bermain untuk tim nasional junior dan memiliki sedikit pengalaman bermain. Tapi, sebagai akibat dari semua prasangka ini, saya melihatnya sebagai tantangan untuk diatasi," beber Du-ri.

Du-ri bermain sebentar dalam kemenangan atas Polandia di laga pembuka. Kemudian, dia bermain dari bangku cadangan saat melawan Turki di perebutan tempat ketiga.

"Itu adalah mimpi untuk bermain di Piala Dunia, di Korea. Pada saat itu, saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk benar-benar memikirkan pertandingan dan Piala Dunia itu sendiri. Saya hanya mencoba melakukan yang terbaik setiap kali saya mendapat kesempatan bermain," kata Du-ri.

"Setelah Piala Dunia, saat itulah banyak pemain menyadari betapa gilanya semua itu. Berapa banyak perhatian yang ada pada kami, dan bagaimana orang-orang mengikuti kami. Saya tidak ingat membayar makanan apa pun di restoran! Semuanya gratis untuk kami," lanjut Du-ri.

Saat Piala Dunia berakhir, Du-ri kembali ke Jerman dan bermain untuk klub-klub tempat ayahnya berkarier: Leverkusen, Frankfurt. "Saya masih muda dan percaya diri saat itu. Sebagai anak muda di Korea, saya selalu berpikir saya akan kembali ke Jerman dan bermain di Bundesliga. Jadi, saya tidak merasakan tekanan bahwa ayah saya pernah menjadi pemain terkenal di Leverkusen," ungkap Du-ri.

"Tapi, seiring berjalannya waktu di Leverkusen, kenyataan mulai meresap dan saya menyadari betapa hebatnya ayah saya sebagai pemain. Betapa sulitnya menjalani apa yang telah dia lakukan di klub, dan itu membebani saya," tambah Du-ri.

Performa Du-ri tak kunjung membaik. Lalu, pada satu titik perannya digeser, dari penyerang menjadi bek. "Karena saya tidak mencetak gol, saya berada di bawah tekanan. Saya mengalami kekeringan gol yang buruk dan di setiap pertandingan saya merasa sangat tegang sehingga saya tidak bisa bermain dengan kapasitas penuh saya," kata Du-ri.

"Friedhelm Funkel (pelatihnya di Jerman) menyarankan saya pindah ke bek kanan dan memanfaatkan kecepatan dan atribut fisik saya. Tekanan sangat meningkat dan saya bisa mulai bermain dengan semua kemampuan saya," tambah Du-ri.

Jelang musim 2009/2010, Du-ri pindah ke klub promosi, SC Freiburg, dan keputusan itu terbukti lebih membuahkan hasil dibanding di klub sebelumnya. Penampilannya yang konsisten di sana membuat Du-ri dipanggil kembali ke skuad Korea untuk Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Setelah Korea berakhir di babak 16 besar, Du-ri pindah ke Skotlandia membela Glasgow Celtic. Di sana, dia akan bergabung dengan rekan senegaranya, Ki Sung-yueng. Dia bermain dua musim dan merupakan bagian dari tim yang mengangkat Piala Skotlandia 2010/2011 dan Liga Premier Skotolandia 2011/2012.

"Saya sangat bersenang-senang di Skotlandia. Celtic adalah tim besar dan Celtic Park adalah stadion yang indah. Suatu kehormatan bagi saya untuk bermain di sana sebagai pemain sepakbola dan hebat bermain di sana bersama Sung-yueng," ujar Du-ri.

"Dalam satu pertandingan melawan St.Johnstone, pada Desember 2010, baik saya mauoun Sung-yueng mencetak gol akhir untuk membuat skor menjadi 2-0. Saya pikir ini adalah pertandingan pertama dan mungkin terakhir bahwa dua orang Korea akan mencetak gol di Celtic Park untuk Celtic. Dari waktu ke waktu kami masih membicarakan pertandingan ini," ungkap Du-ri.

Dari Celtik, pasangan itu meneruskannya ke level negara, yaitu di Piala Asia 2011. Saat itu, skuad juga dihuni oleh pemain berpengalaman seperti Park Ji-sung, Lee Young-pyo, Ji Dong-won, Koo Ja-cheol, serta juga Son Heung-min.

"Piala Asia 2011 di Qatar adalah tim terbaik yang pernah saya mainkan, baik secara taktik maupun dalam hal personel. Ada pemain muda di sekitar. Jadi, saya ada di sana sebagai panutan dan bisa membaca dan melihat permainan jauh lebih baik dari sudut pandang taktis. Saya jauh lebih dewasa sebagai pemain sepakbola," ungkap Du-ri.

Sayang, Korea harus kandas dari Jepang. "Jadi, ketika kami kalah di semifinal melawan Jepang melalui adu penalti, itu adalah salah satu pertandingan paling mengecewakan bagi saya," ucap Du-ri.

Sekembalinya dari turnamen, Du-ri meninggalkan Celtic untuk membela Fortuna Duesseldorf. Selanjutnya, dia kembali ke Negeri Ginseng untuk FC Seoul dengan kontrak dua tahun. Di sana, dia membantu Seoul mencapai final Liga Champions 2013. Sayang, mereka finish sebagai runner-up di bawah Guangzhou Evergrande (China).

Du-ri kembali bersemangat ketika dipanggil Uli Stieleke ke Piala Asia 2015 setelah tersingkir dari tim Piala Dunia 2014. "Di Korea, bermain sebagai pemain nasional adalah beban. Ketika Anda melakukannya dengan baik, ada banyak cinta. Tapi, ketika anda melakukannya dengan buruk, ada banyak kritik. Tapi, saya merasa sangat senang karena saya bisa pensiun dengan cinta," pungkas Du-ri.

(mochamad rahmatul haq/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network