Kisah Werder Bremen Larang Pemain Punya Tato, Kini Tak Berlaku Lagi

"Pernah terjadi di suatu era, klub larang pemain punya tato. Akibatnya, heboh di ruang ganti."

Feature | 13 August 2021, 13:03
Kisah Werder Bremen Larang Pemain Punya Tato, Kini Tak Berlaku Lagi

Libero.id - Pada 2011 Werder Bremen membuat regulasi aneh untuk para pemainnya. Klub Jerman yang baru terdegradasi ke Bundesliga 2 itu melarang anggota skuad memiliki tato dengan alasan kesehatan. Itu terjadi saat Klaus Allofs jadi general manager (GM) dan Thomas Schaaf pelatih kepala.

Sportverein Werder Bremen von 1899 e. V. umumnya dikenal sebagai Werder Bremen, Werder atau hanya Bremen. Ini adalah klub olahraga profesional Jerman yang berbasis di Bremen.

Die Gruen-Weissen didirikan pada 4 Februari 1899 dan telah menjadi juara Jerman empat kali, DFB-Pokal enam kali, DFL-Ligapokal satu kali, DFL-Supercup tiga kali, dan Piala Winners satu kali. Trofi besar pertama tim datang di DFB Pokal 1960/1961 dan yang terakhir pada 2008/2009.

Sementara gelar Bundesliga pertama mereka datang pada 1964/1965, dan terakhir pada 2003/2004. Di Eropa, Werder memenangkan Piala Winners 1991/1992 setelah mengalahkan AS Monaco di final. Mereka juga menjadi runner-up di Piala 2008/2009 ketika dikalahkan Shakhtar Donetsk di final.

Dengan sejarah dan reputasi yang dimiliki, Werder termasuk klub elite di Jerman. Mereka menjadi tujuan banyak pelatih maupun pemain sepakbola terbaik di negara itu untuk mencoba merintis karier. Salah satu yang beruntung bekerja di sana adalah Allofs dan Schaff.

Allofs bekerja di belakang layar Werder pada 1999-2012. Setelah ditunjuk menjadi GM (posisi yang setara direktur sepakbola/olahraga/teknik di Liga Premier, Serie A, dan La Liga), mantan penyerang Jerman Barat menunjuk Schaaf sebagai pelatih pada 9 Mei 1999.

Di era itu, Werder memiliki satu trofi Bundesliga dan dua kali runner-up. Lalu, dia DFB-Pokal dan dua runner-up. Kemudian, sekali DFL-Ligapokal dan sekali runner-up Piala UEFA. Schaff meninggalkan klub pada 15 Mei 2013 setelah Allofs berhenti, beberapa bulan sebelumnya.


Tato dianggap tidak bagus untuk kesehatan

Selain sejumlah gelar bergengsi, era itu juga dikenal dengan sebuah regulasi unik tentang tato. Saat itu, alasan yang diambil Allofs adalah kesehatan dan konsentrasi pemain. Dia menyebut jarum suntik bisa memunculkan berbagai penyakit infeksi yang berbahaya bagi pemain.

Sementara motif yang ada di tato bisa menganggu konsentrasi para pemain untuk menjalani latihan dan pertandingan. Pasalnya, mereka lebih senang membahas gambar-gambar di tubuhnya daripada taktik dan strategi yang diberikan pelatih.

"Saya tidak ingin mendramatisasinya. Ini bahaya untuk kesehatan. Ini bikin fokus pemain terbagi. Kami tidak mencari-cari alasan. Tapi, kami juga punya keputusan bahwa kami melarang tato dibuat selama musim ini. Itu adalah risiko yang harus kita singkirkan," kata Allofs saat itu, dikutip Bild.

Allofs tidak asal bicara. Dia berkaca pada pemain barunya ketika itu, Eljero Elia. Pemain asal Belanda itu mengalami masalah kesehatan serius dengan tato di klub sebelumnya, Hamburg SV. Dia mengalami kesulitan mengenakan perlengkapan sepakbolanya setelah mendapatkan infeksi yang menyakitkan dari tato di tubuhnya.

Jadi, meski niatnya bagus, keputusan Allofs tidak bertahan lama. Pasalnya, ada banyak pemain Werder saat itu yang memiliki tato. Selain Elia, Tim Wiese dan Marko Arnautovic juga punya banyak tato di tubuhnya. Mereka sempat membuat ruang ganti klubnya heboh dengan boikot latihan yang dilakukan.

Karena itu, setelah Allofs pergi meninggalkan Werder pada 2012, regulasi itu dicabut. Sekarang, tato bukan masalah lagi di Werder dan banyak pemain Werder musim 2021/2022 juga memiliki tato di tubuhnya. 

"Pecinta tato sangat bangga. Mereka secara sadar mengambil keputusan untuk menato tubuh mereka dan dengan bangga menunjukkannya kepada orang lain," kata Michael R. Mantell, seorang dokter asal Amerika Serikat yang telah melakukan studi tentang hubungan antara tato dan kesehatan, dikutip Dailymail. 

"Mereka adalah orang-orang biasa seperti anda dan saya, kecuali bahwa mereka memiliki rasa identitas yang kuat yang tidak ingin mereka sembunyikan. Mereka tidak takut dengan opini publik dan ingin memberi tahu orang lain apa yang mereka yakini," tambah Mantell.

"Tato adalah tanda abad 21, dan diperkirakan lebih dari 25% orang berusia 30 tahun ke bawah menggoreskan tinta pada kulit mereka. Ekspresi pribadi, impulsif muda, keputusan saat mabuk jadi alasan. Kenyataannya adalah, meski tren, keren, dan seksi, ada risiko suram bagi kesehatan seseorang," bebar Mantell.

"Tato yang bagus tidak murah dan tato yang murah tidak bagus. Jadi, pastikan kupu-kupu kecil yang menurut anda terlihat seksi di pinggul anda akan menjadi apa yang anda inginkan 50 tahun dari sekarang. Dengan kata lain, berpikir sebelum anda memilih tinta," pungkas Mantell.

(andri ananto/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network