Mirip Indra Sjafri! Kisah Frankie McAvoy, Eks Tukang Pos Jadi Pelatih Sepakbola

"Duapuluh tahun kerja di Kantor Pos, pensiun, dan terjun di sepakbola. Kini, jadi pelatih di usia 54 tahun."

Feature | 06 August 2021, 15:29
Mirip Indra Sjafri! Kisah Frankie McAvoy, Eks Tukang Pos Jadi Pelatih Sepakbola

Libero.id - Umumnya, pelatih memulai karier di akhir usia 30-an. Bahkan, di beberapa kasus, ada arsitek jempolan yang sudah menukangi klub pada usia 20-an. Tapi, yang terjadi pada Frankie McAvoy unik. Debut kepelatihnya baru dimulai musim 2021/2022 di usia 54 tahun!

Berasal dari Skotlandia, McAvoy tidak memiliki catatan sebagai pesepakbola profesional maupun amatir. Dia menghabiskan hampir dua dekade bekerja untuk Royal Mail (kantor pos Britania Raya) sebelum memulai karier sepakbola yang membawanya menjadi pelatih Preston North End di Championship Divison. Ini mirip Indra Sjafri bukan?

Awalnya, McAvoy menjadi asisten Alex Neil di Hamilton Academical dan Norwich City. Di sana, dia membantu kedua klub promosi ke kasta yang lebih tinggi. Lalu, saat Neil pindah Preston pada 2017, dia juga ikut.

Keputusan yang tepat karena momen kunci dalam kisah McAvoy datang ketika Neil berpisah dengan Preston pada Maret 2021. Dia diminta secara mendadak untuk menangani klub melalui delapan pertandingan terakhir musim 2020/2021. Tanpa pengalaman menjadi pelatih kepala, McAvoy setuju.

"Saya mengatakan ini dengan jujur ​​dan religius, saya tidak pernah memiliki aspirasi untuk menjadi pelatih kepala dengan hasrat sendiri. Saya tidak pernah menyangka akan ditawari ketika Alex pindah. Tapi, ketika anda ditawari pekerjaan, anda tidak akan pernah bisa menolaknya bukan?" kata McAvoy dalam wawancara dengan Sky Sports.

"Ketika anda didorong ke dalam situasi itu, kadang-kadang anda perlu mengambil risiko. Saya merasa bahwa jika saya tidak melakukannya sekarang, maka saya tidak akan pernah melakukannya. Saya akan berusia 54 tahun. Saya memutuskan untuk melatih dan melihat ke mana itu membawa kita. Mudah-mudahan itu berjalan dengan baik," tambah pelatih kelahiran 9 Juli 1967 itu.

Dengan McAvoy sebagai caretaker, Preston memenangkan lima dari delapan pertandingan sisa musim lalu. Kemudian, manajemen memutuskan melanjutkan kerja McAvoy di bench.

Meski debut kepelatihannya dimulai pada usia setengah abad lebih, McAvoy tidak pernah terima jika dianggap sebagai orang yang sudah tua. Baginya masa muda bukan hanya tentang usia. Lebih jauh dari itu adalah tentang etos kerja dan semangat perjuangan dalam hidup yang terus menggelora.

McAvoy adalah sosok pelatih yang sangat bijaksana. Dia sangat mengerti dari mana dia berasal. Bahkan, dia bersedia mengakui melakukan kesalahan taktis saat Preston dikalahkan Brentford 0-5. Setelah tertinggal, dia mencoba proaktif, mengubah formasi dengan cepat, sebagai upaya mengubah situasi menjadi lebih baik.

"Saya pindah dari tiga bek kembali ke empat bek. Itu semata-mata tanggung jawab saya. Saya tahu diri saya sendiri bahwa itu adalah keputusan membuat atau menghancurkan. Ketika anda melakukan hal-hal ini, anda tahu bahwa itu bisa berjalan dengan satu atau lain cara," tutur McAvoy saat mengenang pertandingan itu.

"Sayangnya bagi saya, itu berjalan dengan cara yang salah. Tapi, itu adalah pengalaman belajar yang luar biasa. Ketika saya mengingatnya kembali, itu menyakitkan. Saya tidak suka kalah, tapi kalah dengan cara itu menyakiti saya," tambah McAvoy.

"Saya tahu dalam hati dan jiwa saya bahwa saya harus menontonnya kembali dan belajar darinya. Kita semua membuat kesalahan. Yang penting adalah belajar darinya. Semoga, saya tidak melakukan kesalahan itu lagi," beber pelatih yang memiliki persentesae kemenangan 62,5% dari delapan laga di Preston itu.

Satu hal yang membuatnya sedikit lebih mudah untuk menjadi murah hati adalah fakta bahwa dirinya benar-beanr menerapkan segala pengalamannya dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan nyata. "Syukurlah, setelah pertandingan Brentford itu, kami tidak pernah kalah lagi," ucap McAvoy.

Kualitas McAvoy yang sudah diasah sejak menjadi asisten pelatih dalam waktu yang cukup lama, kini mulai muncul ke permukaan. Kini satu-persatu mulai menampakkan hasil yang sangat mengagumkan. 

"Latar belakang saya dalam pengorganisasian, pelatihan teknis, dan taktis. Itu kekuatan terbesar saya. Kepemimpinan, membangun hubungan, menciptakan pemimpin, saya selalu pandai dalam hal itu," ungkap McAvoy.

"Saya mungkin bukan pilihan kebanyakan orang. Dalam hal mengelola dengan hak saya sendiri, saya tidak memiliki pengalaman melakukan itu di luar delapan pertandingan dan tugas kecil yang saya miliki dengan Alan Irvine di Norwich ketika Alex pindah dari sana," beber McAvoy.

"Tapi, klub menunjukkan banyak kepercayaan kepada saya. Mereka adalah orang-orang yang baik untuk bekerja. Pertama dan terutama, untuk memberi saya kesempatan melakukan dengan baik selama delapan pertandingan terakhir dan kemudian memberi saya pekerjaan. Ini klub yang fantastis dan saya disambut sejak hari pertama," lanjut McAvoy.

Ketika McAvoy sempat mendapatkan hari libur setelah kompetisi, dia melakukan perjalanan ke Flamingo Land di Yorkshire. Di sana, McAvoy bisa bersua dengan keluarga terkasih, termasuk putra-putranya. Satu anaknya adalah dokter di Edinburgh dan satu lainnya berkerja sebagai petugas pemadam kebakaran di Lowestoft.

Segera kembali dari liburan, dia mulai bekerja keras mempersiapkan pramusim pertamanya sebagai pelatih kepala. "Ini berbeda dari yang biasa saya lakukan. Kesulitannya adalah menyeimbangkannya sehingga semua orang mendapat waktu bermain yang cukup. Jujur saja, ini sulit. Jadwalnya sangat melelahkan," ujar McAvoy.

Tugas pertamanya tidak berjalan mulus begitu saja. Pertandingan pramusim pertama melawan Bamber Bridge terbukti hampir mendapatkan catatan merah, meski menang 8-3. "Banjir selama Juli. Hujan deras," ujar McAvoy tentang cuaca kurang bersahabat saat pertandingan. 

Kemudian, McAvoy membawa Preston mengalahkan St Johnstone dan Glasgow Celtic sebelum dikalahkan Bolton Wanderers. Sempat imbang dengan Accrington Stanley, Preston kembali dikalahkan Manchester City dan Wigan Athletic. Dan, dia kecewa berat karena laga melawan Manchester United dibatalkan karena ada pemainnya yang terpapar Covid-19.

"Ada banyak pekerjaan yang harus saya lakukan dengan para penyerang, bek sayap, dan bek tengah yang menguasai bola, terstruktur ketika kami tidak menguasai bola dan kemudian menjadi ekspansif ketika kami memilikinya. Kami harus menimbulkan ancaman itu pada transisi," ungkap McAvoy.

Tantangan yang sebenarnya bagi McAvoy akan dimulai pada akhir pekan ini. Pada Sabtu (7/8/2021), Preston akan memulai laga perdana musim baru Championship melawan Hull City di Deepdale Stadium.

"Jika kami dapat mendorong ke posisi play-off (promosi), ke sanalah kami harus membidik. Semua orang akan mengatakan hal yang sama kepada anda. Saya tidak akan berbohong jika saya mengatakan bahwa saya berharap untuk mendapatkan posisi papan atas dan memberi diri kami kesempatan untuk lolos ke play-off, meski itu akan sulit," pungkas McAvoy.

(muhammad alkautsar/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network