Meski Punya Hak Bela Timnas Inggris, 10 Pemain Ini Menolak

"Paling populer tentu Ryan Giggs. Ada pula Simone Perrotta."

Biografi | 26 February 2021, 10:00
Meski Punya Hak Bela Timnas Inggris, 10 Pemain Ini Menolak

Libero.id - Liga Premier boleh saja menjadi kompetisi yang dituju banyak pesepakbola dari seluruh dunia. Tapi, status itu ternyata tidak menular ke tim nasional Inggris. Ada banyak contoh pemain yang memiliki hak membela The Three Lions, tapi menolak dipanggil FA.

Berbeda dengan kompetisi domestiknya, Inggris tidak memiliki skuad nasional yang ditakuti. Faktanya, mereka baru menjuarai Piala Dunia 1 kali, yaitu pada 1966 ketika digelar di kandang.

Untuk turnamen regional, Inggris memang sudah 10 kali tampil di Piala Eropa. Tapi, prestasi terbaik mereka hanya dua kali menjadi peringkat 3 pada Euro 1968 dan 1996. Peringkat 3 juga mereka dapatkan ketika ambil bagian di UEFA Nations League 2019.

Selain itu, Inggris juga tidak memiliki banyak stok pemain hebat kelas dunia. Beda dengan Spanyol, Portugal, Italia, Belanda, atau Belgia, pemain-pemain The Three Lions banyak yang membela klub-klub kelas menengah ke bawah di Liga Premier. Hal itu lantaran tim-tim elite seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, atau Liverpool, didominasi pemain asing.

Agar Inggris tetap memiliki stok pemain hebat, FA sering menawarkan status timnas kepada sejumlah pemain. Dalam kategori ini adalah mereka-mereka yang memiliki darah Inggris. Ada pula keturunan asing yang lahir di Inggris. Bisa juga orang yang tidak lahir maupun memiliki keturunan Inggris, tapi tinggal dan menetap di Inggris dalam waktu lama.

Menariknya, tidak semua pemain tersebut bersedia membela Inggris. Berikut ini 10 pesepakbola yang memiliki hak membela The Three Lions di level senior, tapi memutuskan tidak bersedia menerima panggilan FA:


1. Jamal Musiala (Jerman)

Lahir di Jerman dari ayah Inggris-Nigeria dan ibu Jerman, serta dibesarkan di Inggris, Jamal Musiala mewakili Jerman dan Inggris di level junior. Pada usia 16 tahun, dia kembali ke Jerman untuk membela Bayern Muenchen II setelah sempat menimba ilmu di Akademi Chelsea.

Setelah penampilan gemilang dengan sebuah gol melawan Lazio di Liga Champions, Musiala menjadi subjek spekulasi panas tentang masa depan internasionalnya. FA mencoba membujuk Musiala untuk memiliki tim senior Inggris. Begitu pula dengan DFB dan Joachim Loew.

Ternyata, pemuda kelahiran Stuttgart, 26 Februari 2003, itu memilih Der Panzer. "Saya sudah sering memikirkan pertanyaan ini. Apa yang terbaik untuk masa depan saya? Di mana saya memiliki lebih banyak kesempatan untuk bermain?" ujar Musiala kepada The Athletic.

"Pada akhirnya, saya hanya mendengarkan perasaan saya bahwa dalam jangka waktu yang lama terus mengatakan kepada saya itu adalah keputusan yang tepat untuk bermain bersama Jerman, tanah tempat saya dilahirkan. Tapi, itu bukanlah keputusan yang mudah bagi saya," tambah Musiala.


2. Ryan Giggs (Wales)

Libero.id

Kredit: fifa.com

Lahir di Cardiff dari orang tua Wales, Ryan Giggs tinggal di Inggris sejak kanak-kanak. Dia bersekolah di Salford dan mewakili Inggris di tingkat sekolah pada 1989. Giggs menjadi kapten tim sekolah 9 kali dan mengalahkan Wales 4-0 pada salah satu kesempatannya.

Tapi, dengan halus Giggs menolak melanjutkan karier bersama The Three Lions. Meski sadar Wales tidak akan tampil di Piala Dunia atau Piala Eropa, dia tidak pernah menyesal. Giggs melakukan debut untuk timnas Wales pada 1991. Pilihan itu membuat FA patah hati.

"Saya lebih suka menjalani karier saya tanpa lolos ke kejuaraan besar daripada bermain untuk negara tempat saya tidak dilahirkan atau yang tidak ada hubungannya dengan orang tua saya," kata Giggs pada 2002.


3. Wilfried Zaha (Pantai Gading)

Pada 2012, Wilfried Zaha membuat satu-satunya penampilan untuk Inggris selama kekalahan di laga persahabatan melawan Swedia. Ternyata kesempatan yang diberikan pada pertandingan tidak resmi itu kurang berkesan bagi Saha. Begitu pula laga-laga bersama Inggris U-19 dan U-21.

Bintang Crystal Palace itu akhirnya memilih membela Pantai Gading pada 2016. Keputusan yang mudah karena dia lahir di Abidjan, meski pergi ke Inggris pada usia 4 tahun bersama ayah, ibu, dan saudara-saudaranya untuk mencari kehidupan yang layak. Saat itu, Zaha langsung masuk skuad untuk Piala Afrika 2017 dan telah mencetak 5 gol dalam 18 caps hingga hari ini.


4. Giovanni Reyna (Amerika Serikat)

Lahir di Sunderland, tempat ayahnya, Claudio Reyna, bermain pada 2002, Giovanni Reyna layak bermain untuk Three Lions. Tapi, karena ayahnya menjadi kapten Amerika Serikat (AS) pada dua Piala Dunia, peluangnya untuk mewakili negara lain sangat kecil.

Pemain berusia 18 tahun melakukan debut internasional untuk AS pada November 2020 saat bertanding melawan Wales. Saat ini dia merupakan bagian dari potensi generasi emas AS yang dipersiapkan untuk Piala Dunia 2026 di AS, Kanada, dan Meksiko.


5. Victor Moses (Nigeria)

Victor Moses lahir di Nigeria. Tapi, orang tuanya meninggal secara tragis dalam kerusuhan SARA di Kaduna. Itu membuat Moses diadopsi  keluarga asal Inggris, yang segera memindahkan dirinya ke London Selatan pada usia 11 tahun.

Setelah menjadi bintang di tim junior Crystal Palace, Moses mewakili Inggris U-16, U-17, U-19, dan -U21 sebelum pindah ke Nigeria pada 2011 bersamaan dengan Shola Ameobi. Bek sayap ini telah berpartisipasi dalam dua Piala Dunia untuk The Super Eagles. Dia mencetak gol penalti melawan Argentina dalam pertemuan yang mendebarkan di Rusia, 2018.


6. Simone Perrotta (Italia)

Libero.id

Kredit: instagram.com/simoneperrotta20

Selama kariernya di sepakbola, Simone Perrotta dikenal sebagai gelandang tangguh AS Roma dan Italia. Dia menjadi starter di setiap pertandingan selama Gli Azzurri meraih kejayaan di Piala Dunia 2006, termasuk kemenangan ikonik pada semifinal atas Jerman di Dortmund.

Tapi, segalanya bisa jadi jauh berbeda. Orang tua Perrotta mengelola sebuah pub di Ashton-under-Lyne, tempat kelahiran Geoff Hurst dan Jimmy Armfield. Itu adalah sebuah distrik di Tameside, Greater Manchester. Di sanalah Perrotta lahir pada 17 September 1977 dan tinggal sampai usia 5 tahun.

Diizinkan untuk memilih antara Italia atau Inggris, Perrotta akhirnya memilih Gli Azzuri. Dia sudah bermain untuk Italia sejak U-21 ketika Marco Tardelli menjadi pelatih. Dia membantu Italia U-21 juara Euro U-21 2000.

Meski sukses bersama Italia, bukan berarti warga Ashton-under-Lyne mencampakkan Perrotta dan keluarganya. Pada 22 Desember 2010, patung Perrotta diresmikan di dekat stadion kandang Curzon Ashton FC di Tameside Stadium di Roy Oldham Sports Village, Richmond Street.

Patung tripel karya Andrew Edwards dan Sculpture for Sport itu untuk memperingati tiga pria hebat dari Tameside yang memegang medali kemenangan Piala Dunia. Mereka adalah Hurst, Armfield, dan Perrotta.


7. Wes Morgan (Jamaika)

Ketika Wes Morgan memilih mewakili Jamaika pada 2013, tidak protes yang keluar dari mulut suporter Inggris. Tapi, ketika bek tengah itu menjadi kapten Leicester City saat meraih gelar Liga Premier, 3 tahun kemudian, ada banyak orang Inggris yang terkejut mengapa FA tidak memantau keberadaan pria kelahiran Nottingham yang hanya memiliki kakek moyang dari Jamaika itu.


8. Adnan Januzaj (Belgia)

Libero.id

Kredit: instagram.com/adnanjanuzaj

Adnan Januzaj tidak memiliki darah Inggris. Dia juga tidak lahir di London, melainkan Brussels. Januzaj baru datang ke Negeri Ratu Elizabeth II saat berusia 16 tahun untuk bergabung dengan Akademi MU. Tapi, kiprahnya ketika itu membuat suporter The Three Lions heboh.

Pada 2013, media melaporkan Januzaj memenuhi syarat untuk mewakili Belgia (kelahiran), Albania (keturunan), Kosovo (saat itu bukan anggota FIFA), Serbia, Turki, dan Kroasia. "Saya tidak menutup pintu ke Albania karena kami orang Albania. Tapi, mereka menutup pintu untuk diri mereka sendiri," kata Ayah Januzaj, Abedin Januzaj, saat itu.

Ketika Januzaj galau, Roy Hodgson (pelatih Inggris) menyatakan FA sedang memantau untuk dinaturalisasi. Tapi, Januzaj ternyata tidak memenuhi syarat sesuai Perjanjian Home Nations. Dalam perjanjian itu, pemain terlibat dalam pendidikan minimal 5 tahun sebelum usia 18 tahun di dalam wilayah asosiasi yang relevan dan tidak menawarkan kelayakan tim nasional melalui residensi.

Meski memilih Belgia, karier Januzaj tidak lagi cemerlang. Akibatnya, dia jarang bermain untuk timnas. Kemudian, muncul wacana agar dia membela Kosovo. Itu memungkinkan karena Kosovo sedang dalam proses menjadi anggota FIFA. Tapi, pada akhirnya Januzaj tetap bermain untuk Belgia setelah 2016 atau ketika Kosovo menjadi anggota FIFA. Jadi, secara hukum dia hanya boleh membela Belgia.


9. Louis Saha (Prancis)

Setelah tampil mengesankan di Fulham, Sven Goran-Eriksson bertanya tentang ketersediaan Louis Saha untuk skuad Inggris di Euro 2004. Itu memungkinkan karena Prancis belum pernah memanggil dirinya, baik di level junior maupun senior, pada laga resmi maupun tidak resmi. Tapi, Saha menolak tawaran Eriksson dengan harapan bisa tampil untuk Prancis.

Keputusan Saha akhir tepat karena Prancis, yang mendengar proposal Eriksson, langsung memanggil ke timnas. Saha membuat 20 penampilan untuk Les Bleus pada 2004-2012. Dia juga mencetak 4 gol dan bermain di Euro 2004 serta Piala Dunia 2006.


10. Lewis Holtby (Jerman)

Meski menghabiskan karier di banyak klub Jerman, Lewis Holtby adalah nama untuk orang Inggris. Itu berkat ayahnya yang merupakan mantan tentara Inggris yang ditempatkan di RAF Rheindahlen di Moenchengladbach. Sebagai anak anggota militer, seharusnya Holtby bermain untuk The Three Lions. Tapi, dia menolak dan justru membela Jerman. Dia memperkuat Der Panzer karena lahir dan tumbuh di Jerman bersama ayahnya yang anggota militer itu. Aneh!

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network