Jejak Kehebatan Maradona di 6 Klub, Tidak Hanya Jago Bela Timnas Argentina

"Banyak yang mengira Maradona hanya sukses selama di Napoli. Padahal tidak!"

Feature | 26 November 2020, 06:51
Jejak Kehebatan Maradona di 6 Klub, Tidak Hanya Jago Bela Timnas Argentina

Libero.id - Selama ini, orang hanya melihat Diego Maradona sebagai pemain yang membawa Argentina menjuarai Piala Dunia 1986. Tapi, mereka lupa bahwa El Pibe de Oro juga punya reputasi membanggakan di level klub.

Lahir pada 30 Oktober 1960 dan meninggal 25 November 2020., Maradona adalah tokoh sepakbola legendaris. Secara luas dia dianggap sebagai salah satu pemain terbesar sepanjang masa. Dia adalah satu dari dua pemenang bersama dari penghargaan Pemain FIFA abad 20.

Visi, passing, kontrol bola, dan keterampilan dribel Maradona dikombinasikan dengan perawakannya yang kecil (165 cm), yang memberinya pusat gravitasi rendah yang memungkinkannya untuk bermanuver lebih baik daripada kebanyakan pemain sepakbola lainnya. Dia sering menggiring bola melewati beberapa pemain lawan secara beruntun.

Kehadiran dan kepemimpinannya di lapangan berpengaruh besar pada kinerja umum timnya. Tapi, dia juga sering disingkirkan lawan. Selain kemampuan kreatifnya, Maradona juga memiliki kemampuan untuk mencetak gol dan dikenal sebagai spesialis tendangan bebas. Bakat dewasa sebelum waktunya, Maradona diberi julukan "El Pibe de Oro" (Si Anak Emas). Nama itu melekat padanya sepanjang karier.

Berikut ini perjalanan karier profesional Maradona bersama 6 klub sepakbola di Argentina dan Eropa:


1. Argentinos Juniors (1976–1981)

Pada  20 Oktober 1976, Maradona melakukan debut profesionalnya untuk Argentinos Juniors. Itu 10 hari sebelum ulang tahunnya yang ke-16. Laga yang dipilih adalah Talleres de Cordoba. Dia masuk ke lapangan dengan mengenakan jersey nomor 16 dan menjadi pemain termuda dalam sejarah Primera Division Argentina.

Beberapa menit setelah memulai debut, Maradona menendang bola melalui sela-sela kaki Juan Domingo Cabrera. Dia baru saja membuat nutmeg  yang akan menjadi Legenda di masa depan. "Hari itu saya merasa telah memegang langit di tangan saya," ujar Maradona, dilansir Clarin.

Tigapuluh tahun kemudian, Cabrera teringat debut Maradona. "Saya berada di sisi kanan lapangan dan pergi untuk menekannya, tapi dia tidak memberi saya kesempatan. Dia membuat nutmeg dan ketika saya berbalik, dia jauh dari saya," ucap Cabrera, dilansir La Vos.


2. Boca Juniors (1981–1982, 1995–1997)

Libero.id

Kredit: instagram.com/bocajrsoficial

Maradona menghabiskan 5  tahun di Argentinos. Dia mencetak 115 gol dalam 167 penampilan sebelum ditransfer ke Boca Juniors dengan USD4 juta. Dia menandatangani kontrak dengan Boca pada 20 Februari 1981. Dia melakukan debut 2 hari kemudian melawan Talleres dan mencetak dua gol dalam kemenangan 4-1 untuk klub baru.

Bagi Maradona, Boca adalah klub Argentina yang selalu ingin dibela. Karena itu, setelah berkelana ke Eropa dan harus pulang kampung, dia memilih membela Boca lagi pada 1995. Di periode kedua, dia menjalani 30 pertandingan dan menghasilkan 7 gol di liga.

Satu-satunya gelar Liga Argentina yang didapatkan Maradona adalah pada periode pertama di Boca. Pada 1981, Boca juara liga setelah mengalahkan Racing Club de Avellanda di klasemen akhir.


3. Barcelona (1982–1984)

Libero.id

Kredit: fcbarcelona.com

Setelah Piala Dunia 1982, Maradona dibeli Barcelona dengan USD7,6 juta. Di bawah kendali Cesar Luis Menotti, Barcelona dan Maradona memenangkan Copa del Rey 1982/1983 dan Supercopa de Espana 1983.

Pada 26 Juni 1983, Barcelona mengalahkan Real Madrid pada El Clasico di Estadio Santiago Bernabeu. Maradona mencetak gol dan menjadi pemain Barcelona pertama yang mendapat tepuk tangan dari pendukung Los Blancos. Dia menggiring bola melewati kiper Madrid, Agustin Santiago, dan saat mendekati gawang kosong, Maradona berhenti tepat saat bek Madrid, Juan Jose Jimenez Collar, meluncur dengan putus asa untuk memblokir tembakan yang akhirnya menabrak tiang.

"Dia benar-benar menguasai bola. Ketika Maradona berlari dengan bola atau menggiring bola melewati pertahanan, dia sepertinya memiliki bola yang diikat ke sepatunya. Saya ingat sesi latihan awal kami dengannya. Anggota tim lainnya sangat kagum sehingga mereka hanya berdiri dan mengawasinya. Kami semua mengira diri kami berhak menjadi saksi kejeniusannya," kata rekan Maradona di Barcelona, Lobo Carrasco.

Cara gol seperti membuat banyak orang di dalam stadion bertepuk tangan. Hanya Ronaldinho (2005) dan Andres Iniesta (2015) yang mendapat tepuk tangan meriah seperti Maradona dari fans Madrid di Estadio Bernabeu.

Namun, tidak selamanya karier Maradona mulus di Barcelona. Karena sakit dan cedera serta insiden kontroversial di lapangan, Maradona banyak mendapat musuh. Pertama, penyekit hepatitis. Kemudian, patah pergelangan kaki dalam pertandingan La Liga di Camp Nou yang disebabkan tekel Andoni Goikoetxea dari Athletic Bilbao.

Ada lagi sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan Maradona. Contohnya, final Copa del Rey 1983/1984 di Estadio Bernabeu melawan Bilbao. Dia menerima tekel kasar lagi dari Goikoetxea. Dia diejek secara rasialis oleh penggemar Bilbao. Dia juga diprovokasi Miguel Sola. Akibatnya, fatal. Dengan agresif, Maradona menanduk Sola, menyikut wajah pemain Bilbao lain, dan menepuk pemain lain di kepala.

Skuad Bilbao mengepung Maradona untuk membalas dendam dengan Goikoetxea melakukan tendangan tinggi ke dadanya, sebelum anggota skuad Barcelona lainnya bergabung untuk membantu Maradona. Dari titik ini, pemain Barcelona dan Bilbao berkelahi di lapangan dengan Maradona di tengah aksi, menendang dan meninju siapa pun yang mengenakan jersey Bilbao.

Perkelahian massal itu dimainkan di depan Raja Spanyol, Juan Carlos, dan 100.000 fans di dalam stadion serta lebih dari setengah penduduk Spanyol menonton di televisi. Enam puluh orang terluka dan Maradona mendadak jadi persona non grata di Spanyol.


4. Napoli (1984–1991)

Libero.id

Kredit: sscnapoli.it

Insiden di Copa del Rey membuat Maradona harus meninggalkan Negeri Matador. Apalagi, Maradona juga sering berselisih dengan eksekutif  klub, terutama sang presiden, Josep Lluis Nunez. Lalu, dia ditransfer ke Napoli dengan USD10,48 juta.

Maradona tiba di Napoli pada 5 Juli 1984. Kedatanganya disambut 75.000 penggemar pada presentasinya di Stadio San Paolo. Sebuah surat kabar lokal menyatakan bahwa "meski tidak ada walikota, rumah, sekolah, bus, pekerjaan, dan sanitasi, tidak satupun dari hal itu penting karena Napoli memiliki Maradona ".

Sebelum kedatangan Maradona, sepakbola Italia didominasi oleh tim-tim dari utara seperti AC Milan, Juventus, dan Inter Milan. Tidak ada tim di selatan Italia yang pernah memenangkan Serie A. Tapi, semua berubah sejak kedatangan Maradona.

Di Napoli, Maradona mencapai puncak karier profesionalnya. Dia segera mewarisi ban kapten dari bek veteran, Giuseppe Bruscolotti. Maradona bermain untuk Napoli pada periode ketika ketegangan utara-selatan di Italia berada di puncaknya karena berbagai masalah, terutama ekonomi.

Dipimpin  Maradona, Napoli memenangkan Serie A pertama 1986/1987. Perayaannya digelar. Pesta jalanan dadakan dan kemeriahan meletus di seluruh kota dalam karnaval sepanjang waktu yang berlangsung selama lebih seminggu. Dunia terbalik. Orang-orang Napoli mengadakan ejekan pemakaman untuk Juventus dan Milan dengan membakar peti mati mereka. Mural Maradona dilukis di bangunan kuno kota dan anak-anak yang baru lahir dinamai "Diego" untuk menghormatinya.

Napoli memenangkan gelar liga kedua pada 1989/1990 dan menjadi runner-up 1987/1988 dan 1988/1989. Napoli juga memenangkan Coppa Italia 1986/1987, Piala UEFA 1988/1989, dan Supercoppa Italia 1990.

Namun, kesuksesan Maradona di Napoli memiliki efek samping. Maradona terbukti menggunakan kokain. Dia mulai jarang latihan. Tapi, nomor punggung 10 milik Maradona di Napoli resmi dipensiunkan.


5. Sevilla (1992–1993)

Libero.id

Kredit: seviillafc.es

Setelah menjalani larangan bermain 15 bulan karena gagal dalam tes narkoba untuk kokain, Maradona meninggalkan Napoli dengan malu pada 1992. Terlepas dari minat Real Madrid dan Olympiaque Marseille, dia justru menandatangani kontrak dengan Sevilla. Di Estadio Ramon Sanchez Pizjuan, Maradona bermain 1 musim tanpa menyumbang trofi.


6. Newell's Old Boys (1993–1994)

Dari Sevilla, Maradona pulang ke Argentina untuk bermain di Newell's Old Boys. Hanya merumput 5 kali karena cedera dan skorsing, dia kembali membela Boca Juniors sebelum memutuskan pensiun pada 1998.

"Dia adalah seseorang yang ingin ditiru banyak orang, sosok kontroversial, dicintai, dibenci, yang menimbulkan pergolakan besar, terutama di Argentina. Menekankan kehidupan pribadinya adalah sebuah kesalahan. Maradona tidak memiliki rekan-rekan di dalam lapangan, tetapi dia telah mengubah hidupnya menjadi sebuah pertunjukan, dan sekarang menjalani cobaan pribadi yang tidak boleh ditiru," kata salah satu sahabatnya, Jorge Valdano, dikutip El Mundo.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network