Kisah Tragis Kehidupan Anak Marc-Vivien Foe, Dipenjara karena Kriminalitas Jalanan

"Marc-Vivien Foe kekal di lapangan sepakbola. Sayang, putranya melenceng dari nama besar pesepakbola meninggal saat Piala Konfederasi 2003 itu."

Feature | 26 November 2020, 03:00
Kisah Tragis Kehidupan Anak Marc-Vivien Foe, Dipenjara karena Kriminalitas Jalanan

Libero.id - Marc-Vivien Foe kekal di lapangan sepakbola. Legenda Kamerun itu diabadikan untuk nama jalan di Stade Felix Bollaert, kandang RC Lens. Nomor punggungnya juga dipensiunkan di Manchester City dan Olympique Lyon. Sayang, sang putra, Marc Scott Foe, jauh melenceng dari nama besar pesepakbola yang meninggal saat Piala Konfederasi 2003 itu.

Foe menghembuskan napas terakhir saat menghadapi Kolombia pada semifinal, 26 Juni 2003, di Stade de Gerland, Lyon. Pada menit 72, dia pingsan di lingkaran tengah lapangan tanpa pemain lain di dekatnya.

Rekan-rekan Foe baru sadar beberapa saat kemudian. Mereka berlarian menghampiri, membantu menyadarkan, dan kemudian memberi jalan tim medis masuk lapangan untuk memberikan bantuan pernapasan. Mereka menghabiskan waktu 45 menit untuk mencoba memulihkan jantungnya.

Awalnya, Foe sempat dikabarkan hidup saat tiba di pusat medis stadion. Tapi, dia  meninggal tak lama setelah itu. Autopsi menyimpulkan kematian Foe terkait jantung. Tim forensik menemukan bukti hipertrofi kardiomiopati, yaitu suatu kondisi herediter yang diketahui meningkatkan risiko kematian mendadak selama penggunaan fisik berlebihan.

Beberapa saat kemudian, istri Foe, Marie-Louise Foe, menjelaskan suaminya sempat mengeluh sakit di bagian lambung sebelum pertandingan kontra Kolombia. Tapi, Foe bersikeras bermain.

Kesaksian yang sama juga datang dari Winfried Schaefer. Pelatih Kamerun asal Jerman itu menuturkan, sebenarnya ingin menggantikan Foe beberapa menit sebelum kejadian  tersebut. Dia mengamati Foe tampak lelah. Tapi, ketika mencoba melakukan komunikasi, Foe mengisyaratkan ingin terus bermain.

"Saya sangat terkejut. Saya sedih mengapa saya tidak melakukannya (mengganti Foe). Itu benar-benar kejadian yang tidak mungkin saya lupakan. Bagi saya Foe adalah contoh nyata profesionalisme di sepakbola," ujar Schaefer saat itu, di situs resmi FIFA.  

Setelah insiden itu, berbagai perubahan dilakukan FIFA. Sebelum seorang ambil bagian di sebuah ajang besar, mereka harus melakukan tes jantung. Bahkan, di beberapa liga papan atas Eropa seperti Inggris, Italia, Spanyol, atau Jerman, deteksi berkala dilakukan. Jika ada pemain yang terdeteksi, langsung dilakukan pengobatan.

Selain itu, untuk mengenang jasa Foe, banyak klub memberikan penghormatan dengan mengistirahatkan nomor punggungnya. Selain Man City, Lens dan Lyon memutuskan untuk memarkir nomor punggung 17. Nomor 17 di Lyon baru kembali digunakan saat Jean II Makoun bergabung.

Tidak hanya itu. Asosiasi Sepakbola Prancis (FFF) menjadikan nama Foe sebagai nama penghargaan kepada pesepak bola asal Afrika yang tampil bagus di Ligue 1 setiap musimnya. "Untuk mengenang Marc, bagi saya dan seluruh Kamerun, ini akan menjadi sesuatu," ucap Makoun saat bergabung dengan Lyon, di situs resmi klub.

Sayang, kehebatan Foe tidak diikuti sang putra. Pada musim panas 2018 atau kurang 10 hari dari peringatan 15 tahun kematian Foe, Scott dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Lyon atas tindak kejahatan perampokan bersenjata. Foe junior divonis 5 tahun penjara.

Kisah memalukan itu terjadi pada November 2015 saat Scott dan komplotannya, Sofiane Bardot, menyerang seorang pastor bernama Luc Biquez saat hendak pulang ke Pastoran. Menggunakan senjata, keduanya mengancam Romo Biquez untuk menyerahkan sejumlah uang.  

Sang Pastor memberikan perlawanan sehingga menarik perhatian orang yang lewat di tempat itu. Mereka memanggil polisi dan berhasil menangkap Scott dan temannya.

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum, Vincent Le Pannerer, menuntut Bardot 12 tahun penjara dan Scott 8 tahun. Hakim memutuskan vonis lebih ringan setelah sang korban memaafkan dan meminta pengadilan membatalkan tuntutan. Tapi, berhubung itu tindakan kriminal, pengadilan tidak mungkin mengabulkan keinginan sang korban.

"Saya hanya bisa berharap bahwa anda akan menemukan jalan yang lebih baik dan lurus. Sejauh yang saya ketahui, saya tidak menyalahkan anda (atas tindakan kejahatan yang dilakukan). Saya berharap anda dapat sepenuhnya menyadari tindakan anda salah," kata Romo Biquez dalam kesaksian di persidangan, dilansir Journal du Cameroun pada 2018.

Di persindangan itu, keduanya juga mengaku telah menyerang pastor tersebut. Tapi, mereka tidak mengetahui statusnya karena mereka hanya bertujuan untuk mengambil benda berharga yang dimiliki korban. Mereka membuntuti sang pastor dari belakang. Mereka memukulnya dengan keras menggunakan gagang pistol yang dibeli 2 hari sebelumnya oleh Scott.

Scott kemudian mengakui kekerasan yang dilakukan terhadap pastor tersebut. Tapi, Bardot membantahnya. Dia hanya mengakui telah membantu Scott melancarkan aksi kriminalnya.

Dalam persidangan, pengacara yang ditunjuk pengadilan untuk membela Scott dan Bardot mengatakan Scott menderita gangguan psikologis setelah kematian ayahnya yang tidak terduga. Sejak kematian Foe, Scott hidup sebatang kara. Dia diterlantarkan ibunya dan tumbuh di jalanan Lyon.

Scott bertemu Bardot beberapa bulan sebelum aksi kejahatan kepada Romo Biquez terungkap. Catatan di Kepolisian Lyon menunjukkan keduanya sudah sering melakukan tindak kriminal jalanan seperti penodongan dan kekerasan.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network