Awer Mabil, Dari Perang Sudan ke Australia Kini Menjadi Hero di Denmark

"Dia membuat sejarah baru bersama tim asal Denmark, FC Midtjylland dengan membawa The Wolves lolos ke fase grup Liga Champions."

Biografi | 11 October 2020, 14:26
Awer Mabil, Dari Perang Sudan ke Australia Kini Menjadi Hero di Denmark

Libero.id - Pemain berusia 25 tahun itu membuat sejarah baru bersama tim asal Denmark, FC Midtjylland dengan membawa The Wolves lolos ke fase grup Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub.

Itu terjadi hanya beberapa bulan setelah Mabil mengakhiri musim 2019/20 yang luar biasa di Denmark dengan mengangkat gelar liga ketiga untuk timnya dalam enam tahun terakhir.

Dia juga  mencetak delapan gol dalam beberapa pertandingan penting di Liga Super Denmark.

Sama seperti pemain-pemain besar, kehidupan karir sepak bola Mabil sebelumnya sangat jauh dari kata sukses dan memenangkan gelar Liga Super Denmark untuk pertama kalinya adalah hal yang sangat emosional.

“Ini (perasaan) sulit untuk dijelaskan. Itu bermuatan emosional, tapi itu emosi yang bagus,” ujar Mabil kepada the-afc.com.

“Selalu menyenangkan mencetak gol. Saya sangat berterima kasih atas tim luar biasa yang kami miliki. Tidak ada yang akan terjadi tanpa tim ini, para pelatih ini dan para penggemar ini, jadi kami semua pantas mendapatkan momen ini,” lanjutnya.

“Itu adalah ulang tahun saudara perempuan saya (terlambat) beberapa hari yang lalu. Itu juga untuknya. Itu berarti segalanya. Saya telah terdegradasi dua kali dan sekarang saya adalah seorang juara."

Pria yang lahir di Kenya ini memiliki saudara perempuan bernama Bor (19 tahun), tewas dalam kecelakaan mobil di kota Adelaide pada Januari 2019 - hanya beberapa jam sebelum Mabil dan Socceroos turun ke lapangan pada perempat final Piala Asia AFC melawan Uni Emirat Arab.

"Piala Asia adalah kenangan campuran bagi saya karena saya berada di puncak dunia mewakili negara saya, mencetak gol untuk negara saya dan kemudian tiba-tiba, saya mendapat kabar bahwa saya telah kehilangan saudara perempuan saya," ujar Mabil kepada situs resmi timnas Australia, socceroos.com.au.

"Itu sulit bagi saya karena itu adalah awal dari mimpi saya dan kemudian untuk mendapatkan berita bahwa saya telah kehilangan seseorang yang telah menjadi sahabat saya dan mendukung saya untuk waktu yang lama hanya membuat saya jatuh."

Terlepas soal kesedihan yang mendalam, Mabil sangat yakin kejadian tersebut akan membawanya ke arah dan tujuan yang baru dan  lebih jelas. Ia pun mengaku bisa menemukan kebahagiaan karena adiknya bangga dengan apa yang telah diraihnya.

"Saya akan melanjutkan dan saya akan melanjutkan untuknya," ulangnya. "Sekarang saya kuat. Saya tidak bisa dihancurkan karena saya telah dihancurkan dan saya menenangkan diri.”

"Dunia bisa mendatangi saya dengan apa pun yang diinginkannya karena tidak ada yang bisa lebih buruk dari apa yang telah saya alami. Saya mencoba bekerja keras setiap hari untuknya dan semua orang yang ingin memandang saya sebagai teladan, jadi saya rasakan tanggung jawab itu dan sekarang saya harus bekerja,” ujarnya.

Kisah perjalanan hidup yang tak mudah

Pemain bertinggi badan 1,79 Meter itu adalah pemain yang selalu berpikiran positif  serta selalu bersyukur. Hal itu telah tertanam dalam dirinya sejak ia masih kecil. Mabil dibesarkan di sebuah kamp pengungsian di Kenya setelah keluarganya terpaksa melarikan diri dari perang saudara di Sudan.

Ia berada di lingkungan dimana rasa kelaparan dan kondisi berdesak-desakan menjadi hal yang ia alami sehari-hari, satu-satunya anugrah yang ia dapatkan adalah sepakbola.

"Sepak bola sangat berarti bagi saya dan anak-anak lain di kamp pengungsi," jelasnya. "Kami meninggalkan negara kami untuk pergi ke kamp pengungsi karena trauma, jadi Anda harus menemukan alasan untuk bahagia dan cara untuk menghabiskan waktu Anda.

"Jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan banyak memikirkan situasi Anda, dan itu bisa sangat memengaruhi kejiwaan Anda."

Setelah pindah ke Adelaide pada usia 10 tahun melalui program kemanusiaan, ia segera mendapati bahwa hidup di dunia beradab akan membuatnya harus beradaptasi ulang, sebuah perbandingan kehidupan yang jauh akan ia alami.

Dari tahun 2005 hingga 2012, Mabil berjuang untuk beradaptasi karena tidak bisa bergerak dengan bebas serta kesulitan belajar, dan sebuah kenyataan bahwa tidak semua orang Australia mau bermain sepak bola itu sebuah kewajaran karena olahraga Rugby dan Cricket lebih digemari.

"Ketika saya pertama kali datang ke Australia dan kami pergi ke rumah kami, semuanya dipagari dan di mana saya tumbuh (di Afrika) tidak ada yang dipagari," kenangnya.

"Itu berbeda bagi saya dan baru pada usia 13 tahun saya bergabung dengan klub sepak bola. Beberapa tahun pertama sulit karena saya harus belajar bagaimana bermain dalam suatu posisi. Saya hanya pergi kemanapun bola berada karena itulah yang saya inginkan. Saya hanya menginginkan bola. Para pelatih mencoba mengajari saya sebanyak mungkin, tapi saya tidak terlalu banyak mendengarkan."

Terlepas dari kurangnya pengetahuan taktis dan penempatan posisi, bakatnya terbukti untuk dilihat semua orang. Dalam beberapa bulan, Mabil mendapat undangan untuk uji coba dengan  FFSA NTC (Football Federation South Australian National Training Centre), di mana ia menghabiskan dua tahun berikutnya di sana.

Orang yang pertama kali mencium bakat sepak bola Mabil adalah mantan penggawa timnas Kangguru, Tony Vidmar yang pada prosesnya merubah posisi Mabil dari striker menjadi pemain sayap.

Setelah dua tahun di FFSA NTC, ia kemudian diundang untuk berlatih bersama dengan tim yunior Adelaide United, dan itu adalah awal perjalanan menuju kesuksesannya hingga hari ini. “Setelah bermain dengan tim yunior, saya diajak berlatih bersama tim profesional dan dari sana saya baru berkembang karena saya berlatih dengan klub profesional,” ujarnya.

Pada saat itulah Mabil mulai mewujudkan impiannya menjadi pesepakbola profesional. Ia mulai tekun untuk belajar baik secara teknis maupun formal di lingkungan The Reds. Pada usia 17 tahun, ia menjadi salah satu debutan termuda Adelaide dan ia sangat emosional ketika bermain secara profesional untuk pertama kalinya,

"Saya hanya berhenti pada saat itu dan membayangkan keluarga saya datang untuk menonton saya. Saya ingin melakukan pemanasan terbaik agar ibuku bisa melihatku di depan ribuan orang."

Mabil sama sekali tak khawatir bila ia tidak bermain pada saat itu, namun takdir berkata lain, pelatih The Reds saat itu, Josep Gombau memintanya untuk masuk ke lapangan dalam kemenangan 1-0 atas Perth Glory di Coopers Stadium. "Saat mereka menyebut nama saya melalui speaker, saya seperti 'wow', ujar Mabil ketika melakukan debutnya pada 11 Januari 2013.

"Karena itulah saya akan selalu mencintai Adelaide United karena mereka memberi saya kesempatan itu. Dan melakukan sesuatu seperti itu di depan kota asal. Para penggemar ada di belakang saya karena saya orang lokal dari sana. Sungguh menakjubkan."

Mabil membutuhkan 18 pertandingan untuk mencetak gol A-League pertamanya dan ia mengaku sangat lega karena itu menghilangkan tekanan dan memungkinkannya untuk berkembang.

Setelah dua tahun yang sukses bersama The Reds, termasuk berhasil memenangi Piala FFA 2014 , Mabil mengamankan langkah Eropa berikutnya bersama Midtjyland.

Bermain untuk Midtjylland dan timnas Australia

Ketika pertama kali tiba di Midtjylland, ia langsung dipinjamkan ke sesama klub Liga Super Denmark, Esbjerg fB untuk memungkinkannya mendapatkan lebih banyak waktu bermain dan pada debutnya, ia dikeluarkan dari lapangan sebelum akhirnya terdegradasi bersama tim.

Sekembalinya ke Midtjylland, Mabil dipinjamkan lagi. Kali ini ke Portugal di Liga Primeira bersama Pacos de Ferreira di mana ia hanya mencetak tiga gol dalam 26 penampilan liga sebelum terdegradasi lagi.

Pengalaman buruk itu yang menjadi sumber kekuatan mentalnya hingga bisa sukses seperti sekarang.

“Saya tahu bahwa saya akan melakukan sesuatu suatu hari nanti dan saya hanya membutuhkan seseorang untuk percaya pada saya. Saya akan terus bekerja sampai orang itu menunjukkan minat atau keyakinan."

Beruntung bagi Mabil, Midtjylland mengakui bakatnya dan bersedia mempertahankannya. Sejak kembali dari masa peminjaman, dia telah menjadi salah satu pemain terpenting untuk The Wolves.

Di musim 2019/20 , pemain kelahiran 15 September 1995 itu sukses menciptakan delapan gol liga serta tujuh assist. Ia juga berperan penting dalam membantu Midtjylland lolos ke fase grup Liga Champions UEFA pertama mereka, dengan assistnya di pertandingan playoff terakhir yang memicu empat gol saat berhadapan dengan Slavia Praha.

Mabil juga telah memantapkan dirinya sebagai Socceroo setelah mencetak gol pada debutnya pada 2018 melawan Kuwait, dimana dalam pertandingan itu Mabil bermain dengan teman masa kecilnya, Thomas Deng.

Bercerita soal masa depannya kepada situs AFC, the-afc.com, Mabil bercita-cita untuk bermain di salah satu liga top Eropa dan memenangkan pertandingan Piala Dunia FIFA bersama Socceroos.

Ia juga berharap kesuksesannya yang baru ini dapat menginspirasi generasi berikutnya, namun Mabil mengakui bahwa siapa pun yang ingin mengikuti jejaknya perlu merangkul tantangan tersebut.

"Saya pikir kami begitu terperangkap dalam ilusi bahwa semuanya akan berjalan dengan baik, tetapi terkadang saya pikir hal terpenting yang dapat dipelajari seseorang adalah mencintai rintangan” ujar pemain bernomor punggung 11 itu.

"Saat Anda mulai menyukai rintangan dan mengendalikan cara Anda melewati rintangan itu, itulah yang akan membuat Anda menjadi diri Anda yang sebenarnya. Hambatan itulah yang membuat perjalanan ini menarik,” tutup Mabil.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network