7 Pelatih Indonesia yang Punya Pengalaman Melatih di Luar Negeri

"ak melulu Malaysia dan Timor Leste, ada yang pernah di Australia, China bahkan Bahrain."

Feature | 03 October 2020, 13:12
7 Pelatih Indonesia yang Punya Pengalaman Melatih di Luar Negeri

Libero.id - Pelatih Indonesia ternyata tidak hanya jago kandang. Meski Liga Indonesia kebanjiran para arsitek import, beberapa produk Merah-Putih ternyata sempat bekerja di luar negeri. Beberapa masih bertahan hingga musim ini.

Dari 18 klub peserta Liga 1 musim ini, hanya terdapat 8 pelatih lokal. Sebut saja Djajang Nurjaman, Rahmad Darmawan, Nil Maizar, Aji Santoso, Hendri Susilo, Widodo Cahyono Putro, Sudirman, hingga Budi Sudarsono. Sisanya merupakan nakhoda asing yang dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman lebih baik.

Sebaliknya, di Liga 2 mayoritas adalah pelatih lokal. Hanya ada beberapa juru mudi asing yang bekerja di kompetisi kasta kedua. Faktor harga menjadi alasan yang membuat tidak banyak klub Liga 2 yang mempekerjakan pelatih asing.

Meski pelatih Indonesia dianggap kurang bagus dibanding pelatih asing, bukan berarti tidak ada yang berkualitas. Beberapa pelatih Indonesia bahkan ada yang bekerja di luar negeri. Inilah 7 nama mereka:


1. Rahmad Darmawan

RD mempunyai reputasi yang sangat membanggakan sebagai salah satu pelatih terbaik yang dilahirkan Indonesia. Sukses bersama sejumlah klub Liga Indonesia, pria asal Lampung itu sempat didaulat melatih tim nasional Indonesia U-23 di SEA Games. Sayang, tim Merah-Putih gagal mendapatkan medali emas lagi.

Performa yang bagus di dalam negeri plus konflik yang sempat terjadi di PSSI membuat RD memutuskan menerima tantangan melatih T-Team di Liga Malaysia. Tida tanggung-tanggung, RD berada di Negeri Jiran pada 2016 dan 2017. Saat itu, klub dari Kuala Terengganu tersebut baru naik kasta dari Liga Premier ke Liga Super.

Membawa pemain-pemain dari Indonesia seperti Patrick Cruz, Abdoulaye Maiga, dan Makan Konate, RD membawa T-Team bersaing di papan tengah. Tapi, akibat masalah finansial dan administrasi, T-Team harus turun kasta di akhir musim 2017 sehingga RD memutuskan mengundurkan diri.


2. Andi Susanto

Andi bukan sosok populer di sepakbola Indonesia. Orang lebih mengenal Nil Maizar, Aji Santoso, Subangkit, Bambang Nurdiansyah, Nova Arianto, atau Indra Sjafri, dibanding Andi. Hal itu wajar karena Andi bukan pelatih yang memiliki reputasi harum di kompetisi Indonesia.

Di Indonesia, Andi sempat menjadi pelatih Sriwijaya FC U-21. Sempat juga dirumorkan melatih PS TNI (kini Persikabo 1973). Tapi, tidak ada prestasi bagus yang layak menjadi konsumsi media.

Gagal di Indonesia, Andi mencoba peruntungan di luar negeri. Pada 2015, dia membesut klub asal Brasil yang saat itu bermain di Divisi IV, Bangu Atletico Clube. lalu, pada 2017 Andi dipercaya menukangi Atletico Ultramar di Liga Timor Leste. Pada tahun pertama, dia sukses membawa klub tersebut menjuarai dua kompetisi kasta kedua di Negeri Lorosae.

Sebelum bersama Ultramar, Andi sempat melatih Timor Leste U-16. Dia juga pernah menukangi Assalam FC. Assalam merupakan klub Timor Leste yang didirikan orang-orang Indonesia di Dili. Klub itu pernah mempekerjakan Markus Horison.


3. Muhamad Yusup Prasetiyo

Sama seperti Andi, Yusup bukan pelatih terkenal di Indonesia. Sebab, dia tidak melanjutkan karier sebagai pemain sepakbola setelah sempat memperkuat Persija Jakarta Junior, Persita Tangerang Junior, dan timnas Indonesia U-17. Dia lebih memilih kuliah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

Setelah lulus, Yusup berburu lisensi pelatih AFC C di Brunei Darussalam. Dia harus terbang ke Bandar Seri Begawan karena PSSI lebih memprioritaskan mantan pemain nasional untuk mengikuti kursus pelatih. Setelah itu, dia melatih SSB Indonesia Rising Stars yang bermarkas di Tangerang Selatan.

Tidak puas dengan lisensi C, Yusup kursus lagi di Kuala Lumpur. Lulus dengan dengan memuaskan, Yusup terbang ke China untuk menjadi pelatih Yunnan Lijiang FC (Yunnan Flying Tigers) U-16 pada 2017. Klub itu bubar pada 2019 karena masalah finansial dan kesalahan manajemen ketika terdegradasi ke Divisi III.


4. Rudy Eka Priyambada

Libero.id

Kredit: instagram.com/rudyekapriyambadapro

Tidak seperti pelatih Indonesia pada umumnya, Rudy justru memulai karier kepelatihannya di Australia. Pada 2012 di usia yang masih muda, dia dipercaya menukangi klub semiprofesional dari negara bagian Victoria, Monbulk Rangers. Saat itu, dia hanya memiliki lisensi AFC C.

Dari Negeri Kanguru, Rudy kembali ke Indonesia untuk bergabung dengan Bali Devata di Liga Primer Indonesia. Tidak berlangsung lama, Rudy ditunjuk menjadi tactical analysis timnas U-19 sebelum akhirnya bergabung dengan Mitra Kukar.

Setelah situasi di Indonesia tidak menantu akibat hukuman FIFA, Rudy merantau ke luar negeri. Dia dikontrak Al Najma, yang saat itu bermain di Divisi II Liga Bahrain. Dia dikontrak sebagai asisten pelatih tim senior dan direktur pembinaan usia dini. Rudy sempat naik pangkat lantaran Pelatih kepala Al Najma, Ali Asoor, terkena skorsing.

Saat melatih Al-Najma, Rudy Eka mengajak Ryuji Utomo bergabung. Tapi, setelah Al-Najma promosi ke kasta tertinggi kompetisi Bahrain, Rudy dan Ryuji kembali ke Indonesia.


5. Jantje Matmey

Jantje bukan nama yang akrab di telinga suporter sepakbola Indonesia, meski memiliki status pelatih.  Tapi, di Timor Leste, pria asal Maluku itu layaknya Hans-Dieter Flick di Bundesliga.

Saat ini dia tidak lagi melatih Lalenok United. Tapi, ketika bermukim di klub asal Dili tersebut, Jantje menghadirkan kejayaan. Datang pada 2017, Lalenok menjuarai Divisi III. Pada 2018, juara Divisi II. Pada 2019, juara Divisi I alias kasta tertinggi. Dan, pada 2020, Lalenok menantang PSM Makassar di play-off Piala AFC. Skor akhir 7-2 secara agregat untuk Juku Eja.

Jantje juga menjadi satu-satunya pelatih di kompetisi Negeri Lorosae yang mempu menghadorkan trebel winners. Pada 2019, selain juara Primeira Divisao, Lalenok juga sukses di Taca 12 de Novembro (Piala Timor Leste) dan LFA Super Taca (Piala Super Timor Leste).

Uniknya, Jantje tidak sendirian di Lalenok. Dia dibantu pelatih Indonesia lainnya, Nanang Hidayat. Mantan kiper Arema Malang itu bertugas menangani penjaga gawang Lalenok. Beda dengan Jantje yang sudah berhenti, saat ini Nanang masih tercatat sebagai anggota staf kepelatihan Lalenok di bawah arahan Simon Elissetche Correa.


6. Pudji Handoko

Pudji merupakan pelatih Gresik United di Liga 2 2018. Setelah didepak pada putaran II karena prestasi yang dianggap kurang cemerlang, dia pindah ke Timor Leste untuk menukangi Assalam FC pada 2019. Pria asal Gresik itu menerima tawaran Assalam karena dijanjikan menjadi pelatih Timor Leste U-23 jika sukses juara Liga Timor Leste Primeira Divisao.

"Kami punya visi yang sama. Dia (Pudji) juga punya pengalaman bagus saat menangani pemain muda," kata Bos Assalam, Ipolito Soares, ketika itu di laman resmi klub.


7. Kurniawan Dwi Yulianto

Libero.id

Kredit: instagram.com/kurniawanqana

Kurniawan mendapatkan tawaran melatih di Malaysia pasa awal musim 2020. Mantan striker timnas Indonesia itu menerima pinangan klub yang baru promosi dari Liga Premier ke Liga Super Malaysia, Sabah FA. Berbekat lisensi AFC Pro, Kurus sempat bermain di Sarawak FA ketika masih aktif menjadi pesepakbola.

Di Sabah, Kurniawan tidak sendirian. Dia dibantu pelatih fisik asal Indonesia, Sofie Imam Faizal. Sama seperti Kurniawan, Sofie juga memiliki lisensi AFC. Bedanya, pria asal Tulungagung itu berlisensi AFC B dan AFC Fitness Level 1.  Sebelum di Sabah, Kurniawan dan Sofie bekerja bersama Indra Sjafri saat membesut Garuda Muda.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network