Deja vu PSSI? Kisah PBSI Terancam Sanksi BWF Jika Tolak Atlet Israel Tanding di Jakarta

"Kewajiban tuan rumah, menyambut semua tamu tanpa kecuali.."

Feature | 24 March 2023, 04:05
Deja vu PSSI? Kisah PBSI Terancam Sanksi BWF Jika Tolak Atlet Israel Tanding di Jakarta

Libero.id - Menjadi tuan rumah ajang olahraga bergengsi kelas dunia mengandung konsekuensi yang tidak ringan. Indonesia diharapkan menyambut semua peserta tanpa kecuali. Jika tidak, akan ada hukuman berat menanti. Contohnya hampir dialami PBSI saat menggelar Kejuaraan Dunia Bulutangkis BWF 2015. Deja vu PSSI?

PSSI saat ini sedang disorot terkait penyelenggaraan Piala Dunia U-20 2023. Bukan karena sarana dan prasarana yang buruk, melainkan faktor politik partisipasi timnas Israel U-20.

Beberapa kalangan, seperti ormas keagamaan, partai politik, MUI, hingga Gubernur Bali, menyatakan menolak kedatangan personel Israel U-20.

Hingga sekarang, penolakan itu tampaknya kurang mendapatkan tanggapan positif Pemerintah Indonesia dan PSSI. Demi kepentingan yang jauh lebih luas, Pemerintah Indonesia tetap akan memberikan visa masuk bagi rombongan Asosiasi Sepakbola Israel (IFA). Begitu pula PSSI yang menyambut dengan tangan terbuka.

Pemerintah Indonesia dan PSSI sejatinya tidak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka hanya menyediakan tempat pertandingan. Soal tim yang bertanding merupakan kewenangan FIFA.

Nah, terkait hal ini, PBSI pernah punya pengalaman serupa pada 2015. Ketika itu, Indonesia menjadi tuan rumah event bulutangkis bergengsi dunia, yaitu Kejuaran Dunia Bulutangkis BWF. Kemudian, seorang atlet Israel, Misha Zilberman, dijadwalkan tampil di Jakarta.

Berhubung Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, Misha Zilberman kesulitan mengurus visa. Akibatnya, dia tertahan di Singapura tanpa kepastian.

Pemerintah Indonesia belum memberikan visa karena menunggu rekomendasi PBSI selaku organisasi bulutangkis di Indonesia. PBSI belum memberikan rekomendasi karena takut hal-hal yang kurang baik terjadi seperti demonstrasi atau ancaman fisik seperti yang sekarang dirasakan PSSI.

"Sebagai tuan rumah, kita hanya bertugas menggelar acara sebaik mungkin. Keputusan adanya pemain asal Israel yang ikut Kejuaraan Dunia itu ada di federasi internasional (BWF)," ujar mantan Sekjen PBSI yang menjadi Ketua Panita Pelaksana Kejuaran Dunia Bulutangkis BWF 2015, Achmad Budiharto.

Untuk menghindari hal-hal politik yang mengiringi kehadiran Misha Zilberman, PBSI sempat melobi BWF. Mereka minta jika Misha Zilberman batal bertanding di Istora Gelora Bung Karno.

Tapi, BWF tetap kokoh dengan pendiriannya bahwa olahraga tidak boleh dicampur dengan politik. "Mereka (BWF) menolak (permintaan PBSI untuk mencoret Misha Zilberman). Justru, BWF akan membatalkan kita sebagai tuan rumah jika pemain Israel dicoret. Kewenangan peserta ada di BWF," ungkap Achmad Budiharto.

"Setelah itu, PBSI menjalin kerja sama dengan Kemenpora dan Menlu (Kementerian Luar Negeri). Pembuatan visa dibantu Menlu. Karena kita tidak ada Kedutaan Israel, maka yang mengeluarkan visa adalah Kedutaan Israel di Singapura," tambah Achmad Budiharto.

Beruntung bagi PBSI, Misha Zilberman kalah di babak pertama. "Langsung kita minta pulang. Mereka minta waktu satu hari lagi. Kita bilang risiko tanggung sendiri. Tapi, sebagai tuan rumah, kita tetap kawal, sampai keluar dari Indonesia dengan aman dan selamat," beber Achmad Budiharto.

Cerita Achmad Budiharto itu bisa menjadi gambaran kira-kira yang bakal dialami PSSI dan sepakbola Indonesia jika mengabulkan desakan segelintir orang untuk melarang timnas Israel U-20 datang ke Piala Dunia U-2022.

Risikonya terlalu besar. Sanksi FIFA seperti 2015 bisa dirasakan PSSI lagi. Bahkan, akan jauh lebih berat. Bukan hanya dicabut hak tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, Indonesia bisa dilarang menjadi tuan rumah pertandingan di berbagai level dan usia. Artinya, cita-cita menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034 bisa menguap.

Bahkan, bukan tidak mungkin Komite Olimpiade Internasional (IOC) akan menolak pengajuan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade suatu saat nanti.

(mochamad rahmatul haq/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network