Hector Castro Sang Dewa Tangan Satu, Disabilitas yang Juara Piala Dunia

"Castro dianggap sebagai maskot yang menghadirkan keberuntungan bagi La Celeste."

Feature | 20 August 2020, 03:14
Hector Castro Sang Dewa Tangan Satu, Disabilitas yang Juara Piala Dunia

Libero.id - Saat Piala Dunia digelar pertama kali pada 1930 di Montevideo, Uruguay mampu menjadi juara setelah mengalahkan Argentina di final. Skor 4-2 dihasilkan La Celeste lewat kontribusi sejumlah nama legendaris, salah satunya Hector Castro.

Selain gol di final, Castro juga mencetak gol saat melawan Peru di penyisihan. Meski hanya dua kali membobol jala lawan, pemain kelahiran 29 November 1904 tersebut tetap dikenang hingga hari ini. Castro dianggap sebagai maskot yang menghadirkan keberuntungan bagi La Celeste.

Libero.id

Hector Castro

Tidak salah jika Castro sangat diistimewakan. Sebab, dia memiliki anggota tubuh yang tidak lengkap. Lahir di Montevideo, Castro kehilangan pergelangan tangan kanan pada usia 13 tahun saat hendak menggergaji kayu. Dokter yang menangani saat itu memutuskan untuk melakukan amputasi karena tangan Castro tidak akan berfungsi normal lagi.

Kehilangan satu tangan sempat membuat Castro bersedih. Namun, orang tua, saudara, dan teman-teman Castro memberikan suntikan semangat agar segera bangkit. Ayahnya mengarahkan Castro untuk bermain sepakbola. Alasannya sangat sederhana, yaitu tidak membutuhkan tangan.

Castro kecil  serius berlatih sepak bola seperti orang normal. Dia memulai semuanya dari bawah. Belajar sepak bola di Athletic Club de Lito pada 1921, Castro bergabung dengan salah satu klub elite Uruguay, Nacional Montevideo. Sempat bermain di Argentina membela Estudiantes de La Plata pada 1932/1933, Castro kembali ke Nacional.

Libero.id

Hector Castro

Bersama Nacional, Castro menjadi pemain yang sangat berpengaruh di kompetisi domestik maupun Internasional. Dia membawa Nacional menjuarai Liga Uruguay 1924, 1933, dan 1934. Castro pensiun sebagai pemain Nacional pada 1939.

Namun, sebelum pensiun, prestasi membanggakan dihasilkan Castro bersama Uruguay. Dia mendapatkan panggilan membela La Celeste untuk kali pertama pada 1923. Castro kemudian memperkuat Uruguay di Copa America 1926 dan Olimpiade 1928. Pada dua ajang tersebut, Uruguay juara.

Saat wacana Piala Dunia direalisasikan dan FIFA menunjukkan Uruguay menjadi tuan rumah edisi perdana, Castro sangat senang. Pasalnya, itu menjadi kesempatan emas Uruguay unjuk kebolehan di level yang lebih tinggi dari Copa America.

Terbukti, Castro tampil kesetanan dengan satu tangan. Pada pertandingan pertama La Celeste di Estadio Centenario, dia langsung mencetak gol. Uruguay menang 1-0 atas Peru. Kemudian, pada pertandingan puncak melawan Argentina, Castro kembali menjebol jala lawan. Dia menjadi pencetak gol terakhir dalam skor 4-2.

Perjalanan karier Castro di Uruguay berjalan sangat mulus. Dari total 23 pertandingan yang dijalani bersama La Celeste, 16 gol berhasil disarangkan. Jumlah itu memang tidak sebanyak Luis Suarez atau Edinson Cavani. Tapi, prestasi di Piala Dunia yang dihasilkan melebihi dua penyerang timnas masa kini tersebut.  

Kekaguman rakyat Uruguay terhadap Castro tidak hanya disebabkan performa yang bagus di lapangan, melainkan juga perjuangan menuju kesuksesan. Rintangan Castro saat itu sangat banyak. Beda dengan masa kini yang ramah terhadap disabilitas, zaman dulu, Castro diperlakukan layaknya pemain normal.

Saat berada di lapangan, para pemain rival Uruguay akan berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan Castro. Tekel, sikutan, bahkan caci maki tentang kondisi tubuh menjadi hal yang biasa.

Bukan hanya saat membela timnas, ketika bermain untuk klub, situasi yang kurang bagus juga dihadapi Castro. Contohnya ketika memperkuat Nacional melawan Penarol. Suporter Penarol tidak akan sungkan menyanyikan lagu-lagu yang bernada merendahkan fisik Castro.

Namun, Castro tidak pernah terpengaruh dan terus fokus bermain. Dia tetap profesional dan tidak pernah terpancing. Justru, rekan-rekan setim akan segera melindungi Castro jika ada pemain lawan yang mencoba melakukan aksi kurang terpuji. Akibatnya, pers di Uruguay sempat memberi Castro  julukan El Divino Manco alias Dewa Tangan Satu.  

Setelah puas bermain dengan catatan 18 gol dari 25 pertarungan, Castro memutuskan pensiun dari sepak bola. Seperti kebanyakan mantan pemain, dia juga memutuskan menjadi pelatih.

Karier sebagai pelatih juga dijalani Castro dengan mulus. Dia mengabdikan hidupnya untuk menukangi Nacional dan Uruguay. Dia membawa Nacional menjuari Liga Uruguay lima kali (1940, 1941, 1942, 1943, 1952). Sayang, dia tidak mampu membawa La Celeste berjaya. Dia melatih Uruguay pada 1959. Satu tahun kemudian, Castro meninggal karena serangan jantung di usis 55 tahun.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network