Sara Gama, Role Model Pemain Sepakbola Wanita di Italia

"Pemain sepakbola wanita yang layak disejajarkan dengan Cristiano Ronaldo"

Feature | 05 August 2020, 08:52
Sara Gama, Role Model Pemain Sepakbola Wanita di Italia

Libero.id - Cristiano Ronaldo boleh saja menjadi pemain paling populer di Serie A saat ini. Berseragam Juventus, CR7 punya segudang prestasi yang sulit dilalui para pesepakbola lainnya. 

Tapi, bagaimana di sektor wanita? Pemain sepakbola wanita yang layak disejajarkan dengan Ronaldo adalah Sara Gama. Parameternya, prestasi. Sama seperti Ronaldo, Sara juga berseragam Juventus. Seperti megabintang Portugal itu, Sara bergelimang trofi. Yang paling baru adalah keberhasilan membawa Juventus Women menjuarai Serie A tiga musim beruntun (2017/2018, 2018/2019, 2019/2020). 

Sara adalah kapten tim nasional wanita Italia. Ayahnya berasal dari Kongo dan sang ibu asli Italia. Berposisi sebagai bek, dia adalah satu-satunya atlet wanita asal Italia yang dibuatkan boneka oleh perusahaan mainan terkenal asal Amerika Serikat produsen Barbie, Mattel. 

Meski terlahir sebagai bagian dari kaum hawa, Sara sangat menyukai sepakbola sejak kanak-kanak. Saat berusia 7 tahun, dia menghabiskan waktu bermain sepak bola di jalanan dengan rekan-rekan prianya. Tidak ada anak perempuan yang bermain sepak bola di lingkungan tempat tinggalnya.

"Secara alamiah, anak-anak bebas dari keinginan melakukan diskriminasi. Orang dewasalah yang memberi mereka pikiran buruk itu," kata Sara, dilansir worldcrunch.com.

Di usia 12 tahun, Sara mulai bermain sepak bola bersama tim wanita. Dia harus menggunakan kereta satu jam dari kota tempat tinggalnya, Trieste. Sara hanya ditemani ibu dan kakeknya karena sang ayah harus kembali ke Republik Demokratik Kongo lantaran studinya di Italia sudah berakhir.  

Dengan bakat alami yang dimiliki, Sara menjelma menjadi anak perempuan hebat. Ketika berusia 17 tahun, kontrak profesional ditandatangani dengan Tavagnacco. Klub yang berbasis di Friuli-Venezia Giulia itu termasuk tim elite di sepakbola wanita Italia dengan catatan 2 Coppa Italia dan 2 kali runner-up Serie A Femminile.  

Berkat performa bagus di klub, Sara mendapatkan panggilan tim nasional wanita senior Italia pada 2006. Debutnya terjadi ketika menghadapi Ukraina pada Kualifikasi Piala Dunia Wanita 2007 Zona UEFA. Setelah itu, Sara menjadi langganan. Dia ikut ambil bagian di Women's Euro 2009, 2013, dan 2017. Sara juga hadir pada Piala Dunia Wanita 2019.

Saat masih junior, Sara ambil bagian di Women's Euro U-19 pada 2008. Pada kompetisi tersebut, Italia U-19 mampu menjadi tim terbaik di Benua Biru. Dia menjadi kapten tim sekaligus memenangkan penghargaan pemain terbaik. 

Dari Tavagnacco, Sara bermain untuk Chiasiellis (2009-2012) dan Pali Blues (2010) dengan status pinjaman. Lalu, Brescia Femminile mengajak bergabung pada 2012. Sempat bermain untuk Paris Saint-Germain Feminine, Sara kembali lagi ke Brescia pada 2015. Hasilnya, kariernya semakin mengkilat. Gelar ganda Serie A dan Coppa Italia Femminile 2015/2016 mampu disabet.

Meski bergelimang sukses di lapangan, Sara ternyata sangat peduli dengan kondisi lingkungannya. Dia adalah salah satu pesepakbola wanita Italia yang terlibat aktif dalam kampanye melawan diskriminasi gender. Pasalnya, pesepakbola wanita di Italia pada masa lalu dianggap berstatus amatir sehingga tidak dapat menandatangani kontrak profesional. Artinya, mereka tidak dapat memperoleh bayaran minimal 30.000 euro per tahun sesuai regulasi yang berlaku.   

Sara memegang kursi di Dewan Federal Asosiasi Sepakbola Italia dan merupakan presiden Komisi Federal untuk Pengembangan Sepakbola Wanita di Italia. Misi Sara adalah melawan setiap usaha untuk melemahkan sepakbola wanota dengan membawanya kembali ke Lega Nazionale Dilettanti. LND merupakan asosiasi sepak bola amatir di Italia. 

"Saya adalah role model bagi anak-anak perempuan di Italia. Jadi, saya harus melakukan sesuatu yang baik," ujar Sara. 

Berbeda dengan sepakbola pria yang penuh dengan aksi rasial di lapangan, Sara sedikit lebih beruntung. Pasalnya, tindakan tidak terpuji seperti yang dialami Mario Balotelli atau Moise Kean jarang dialami. Sejauh ini, Gama dan pemain kulit hitam wanita lainnya belum menerima penghinaan yang biasa diterima para pesepakbola pria.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network