Kisah Frank Soo, Satu-satunya Pemain Asia di Tim Nasional Inggris

"Dia menjadi pemain di era ketika dunia dilanda perang hebat. Ini profilnya."

Biografi | 27 January 2022, 18:11
Kisah Frank Soo, Satu-satunya Pemain Asia di Tim Nasional Inggris

Libero.id - Melihat pemain keturunan Afrika, Jamaika, Australia, atau Irlandia membela tim nasional Inggris adalah hal biasa. Tapi, bagaimana dengan pesepakbola berdarah Asia yang membela The Three Lions? Sangat jarang. Bahkan, hanya pernah ada satu pemain dalam kategori itu. 

Frank Soo adalah nama pesepakbola terkenal pada masanya, meski sekarang telah dilupakan oleh sebagian besar pendukung The Three Lions. Dia adalah seorang bek tengah yang sangat berbakat. Soo memantapkan dirinya di Stoke City yang tampil sangat menghibur pada 1930-an. Dirinya menjadi kapten The Potters. 

Soo lahir di Derbyshire dari ayah yang berasal dari China dan ibu asli Inggris. Orang mungkin berpikir bahwa menjadi pemain pertama dan satu-satunya dari latar belakang Asia yang mewakili Inggris akan mengabadikan nama Soo sejarah sepakbola Inggris.

Namun, karena berbagai alasan, nama Soo ternyata tidak terlalu diingat suporter The Three Lions, seperti banyak pemain seangkatannya eperti Joe Mercer, Tommy Lawton, hingga rekan setimnya di Stoke, Stanley Matthews.

Susan Gardiner, penulis The Wanderer, sebuah biografi yang mencerahkan tentang kehidupan Soo, mengatakan bahwa semua catatan tentang kemampuan bermain Soo menjadikannya salah satu yang terhebat pada zamannya. Saat itu, dia bermain sebagai inside-left (striker) dan half-back (gelandang). 

"Siapa pun yang membaca laporan pertandingan dari waktu atau wawancara dengan pendukung yang menyaksikannya bermain dapat melihat betapa dia sangat dihormati karena keanggunan dan keterampilan permainannya," kata Gardiner, dilansir Planet Football.

"Pada masanya, dia juga dianggap sebagai salah satu yang terbaik oleh rekan-rekannya, seperti Joe Mercer dan Stan Mortensen. Tidak jarang, fans Stoke City mengatakan bahwa Frank Soo lebih baik dari Matthews," tambah Gardiner.

Setelah menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Liverpool dan beberapa pertandingan untuk klub lokal Prescot Cables, Soo direkrut Stoke dan bergabung dengan tim junior The Potters asuhan Tom Mather pada 1933.

Soo masuk ke tim utama tidak lama setelah Matthews, dan Stoke memupuk reputasi sepakbola yang cerdas dan terampil yang menjadikan mereka salah satu tim paling terkenal di negara ini. Di sisi Mather dan penggantinya, Bob McGrory, Soo adalah bintang di The Potters dan kemudian menjadi kapten tim.

Karena itu, sulit untuk menentukan apakah ras Soo merupakan beban yang sangat berat baginya. Sebab, ada sedikit bukti bahwa dia menjadi sasaran prasangka buruk. "Dia tampaknya telah mengabaikannya. Dia selalu disebut 'Chinaman' atau 'pemain China'. Tapi, saya pikir keterampilan dan pesona pribadinya membungkam banyak orang yang mungkin telah meremehkannya," kata Gardiner.

"Namun, saya menduga bahwa sikap rasialis sangat umum pada waktu itu sehingga dianggap normal. Dia mungkin telah mengalami lebih banyak pelecehan daripada yang pernah kita ketahui," tambah Gardiner.

Laporan pertandingan dan berita sepakbola dari waktu itu menceritakan tentang kemampuan Soo. Meski hanya mencetak 19 gol dalam kariernya, penguasaan bola yang cepat dan penuh perhitungan membuat dirinya berbeda dari pemain lain.

Soo bermain untuk The Three Lions pada sembilan kesempatan. Tapi, pertanyaan yang mengganggu tetap ada, yaitu apakah dia akan memiliki lebih banyak jika dia berkulit putih? Soo sendiri menyarankan pada 1975 bahwa penampilannya yang relatif sedikit untuk timnas disebabkan oleh darah orientalnya.

Namun, seperti banyak pemain hebat pada zamannya, kemegahan sepakbola Soo terganggu oleh Perang Dunia II. Pada 1939, dia berusia 25 tahun, dan jika bukan karena pecahnya perang, mudah untuk membayangkan bahwa Soo dan Stoke bisa memenangkan gelar Liga Inggris dan Piala FA.

Akibat perang, Soo harus bergabung dengan Angkatan Udara Inggris (RAF) dan membuat beberapa penampilan di pertandingan masa perang untuk tim-tim seperti Everton, Newcastle, Chelsea dan Millwall. Meski kehilangan tahun-tahun terbaik dalam karier, Soo terus bermain hingga 1950 untuk Leicester, Luton, dan Chelmsford City.

Soo lebih dari sekadar pesepakbola yang baik di zamannya. Dia juga salah satu pionir hebat dalam permainan ini. "Komitmennya terhadap latihan, kebugaran, dan gaya hidup sehat lebih unggul dari pemain pada zamannya. Hanya Matthews yang serupa dalam hal itu," kata Gardiner.

"Dia juga membela dirinya sendiri dan sesama pemain, berbicara untuk hak-hak pemain, dan menentang upah maksimum bertahun-tahun sebelum akhirnya dihapuskan, sesuatu yang tidak pernah dia hargai," tambah Gardiner.

Semangat Soo berlanjut setelah gantung sepatu. Dia kemudian menghabiskan lebih dari 30 tahun melatih di Skandinavia, membawa ide-ide tentang kebugaran dan pelatihan, serta merevolusi permainan di Swedia. Itu dia lakukan jauh sebelum peatih-pelatih seperti Bob Houghton dan Roy Hodgson datang ke sana. 

Karier Soo telah sejajar dengan Matthews yang legendaris. Mereka berdua adalah olahragawan yang berdedikasi tanpa henti yang menggabungkan etos kerja dengan bakat alami yang luar biasa.

Di lapangan, mereka adalah pemain sayap yang hebat dan mampu melakukan passing yang sangat tepat. Diluar itu, mereka fokus pada menjaga kesehatan dan nutrisi. Itu aneh pada zama ketika minuman keras dan merokok adalah hal yang lazim bagi pesepakbola profesional.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network