Kisah Lea Campos, Wasit Wanita Pertama Brasil yang Memimpin Sepakbola Pria

"Ini tidak mudah karena berkarier di era ketika sepakbola hanya dimonopoli kaum adam."

Biografi | 16 January 2022, 00:24
Kisah Lea Campos, Wasit Wanita Pertama Brasil yang Memimpin Sepakbola Pria

Libero.id - Jauh sebelum Stephanie Frappart mencatatkan sejarah sebagai wasit wanita pertama yang memimpin pertandingan kompetisi Eropa pria, di Brasil pada 1970-an, ada perempuan bernama Lea Campos. Siapa dia?

Dalam pertandingan sepakbola pria, biasanya wasit yang memimpin pertandingan juga memiliki jenis kelamin sama. Tapi, di era modern, perbedaan gender tidak lagi dipermasalahkan. Beberapa pertandingan sepakbola, bahkan dalam turnamen kelas dunia sudah banyak di pimpin oleh wasit wanita. 

Selain Frappart, ada juga Maria Sole Ferrieri Caputi yang telah membuat sejarah di Italia sebagai wasit wanita pertama yang memimpin pertandingan Coppa Italia yang melibatkan klub Serie A. 

Namun, tentu banyak yang bertanya, siapa wasit wanita yang pertama kali memimpin pertandingan sepakbola pria?  Pada 1971, kebanyakan orang Brasil akan berpikir panjang sebelum mendekati Jenderal Emilio Garrastazu Medici. Dia adalah diktaktor militer yang menjadi penguasa di Negeri Samba ketika itu. Pemerintahan militernya secara brutal dan represif mengandalkan penyiksaan sistematis maupun pembunuhan terhadap oposisi.

Tapi, Campos hendak pergi dan menemuinya. Dia percaya Medici dapat membantunya dalam perebutan kekuasaan dengan Asosiasi Sepakbola Brasil (CBF), yang dipimpin Joao Havelange.

Empat tahun sebelumnya, Campos sudah memenuhi syarat sebagai wasit. Dia adalah salah satu wanita pertama di dunia yang melakukannya. Tapi CBF, menolak untuk membiarkannya bekerja. Saat itu, Brasil menjadi salah satu negara yang tidak mengizinkan sepakbola wanita.

Undang-undang yang disahkan pada 1941 memang mengecualikan wanita di Brasil dari pertandingan olahraga. Dan, Havelange, yang telah memimpin CBF sejak 1958, percaya bahwa larangan itu juga berlaku untuk wasit.

"Havelange pertama kali mengatakan kepada saya bahwa tubuh wanita tidak cocok untuk menjadi wasit permainan pria. Dia kemudian mengatakan bahwa hal-hal seperti menstruasi akan membuat hidup saya sulit. Dia akhirnya bersikeras bahwa wanita tidak akan menjadi wasit selama dia menjadi presiden CBF," kata Campos, dilansir BBC Sport.

Campo Lahir pada 1945 di Abaete. Itu sebuah kota kecil di tenggara Brasil di Negara bagian Minas Gerais. Campos tertarik pada sepakbola sejak kanak-kanak dan memainkannya.

"Saya selalu mencoba bermain sepakbola dengan anak laki-laki di sekolah. Tapi, guru akan menghentikan saya dan mengatakan itu tidak pantas. Begitu pula orang tua saya. Mereka juga mengatakan bahwa itu bukan sesuatu yang melibatkan anak perempuan," ujar Campos.

Ibu dan ayahnya mendorong Campos ke kontes kecantikan sebagai gantinya. Dia secara rutin memenangkan kontes. Dan, uniknya, salah satu kemenangannya pada 1966 justru membantu Campos mendapatkan pekerjaan di klub papan atas Brasil, Cruzeiro. Di sana, Campos bekerja sebagai publc relation. Dia bepergian ke seluruh negeri. 

Jadi, minatnya kepada sepakbola menyala kembali. "Jika saya mencoba bermain, tidak mungkin mendapatkan dukungan untuk tujuan tersebut, karena sebenarnya ilegal bagi perempuan untuk melakukannya pada waktu itu," kata Campos.

"Tapi, menjadi wasit adalah cara untuk masuk. Tidak ada yang secara khusus menentangnya dalam undang-undang. Wanita hanya dilarang menendang bola. Tidak disebutkan dilarang meniup peluit," tambah Campos.

Pada Januari 1967, Campos memutuskan mendaftar kursus wasit selama delapan bulan dan lulus pada Agustus. Tapi, dia bukan wanita pertama di dunia yang melakukannya. Sebab, pada 2018, FIFA telah mengakui seorang wanita Turki, Drahsan Arda, sebagai wanita yang pertama. Arda menerima lisensi wasit pada November 1967 dan memimpin pertandingan pertama pada Juni 1968.

Meski bukan wasit pertana, Campos termasuk pelopor wasit wanita di sepakbola. Dan, uniknya, kualifikasi dari kursusnya hanyalah awal dari pertempuran panjang dengan sistem di CBF. Itu karena mereka menolak untuk memberinya lisensi. CBF mengklaim undang-undang yang melarang pesepakbola wanita di Brasil itu termasuk  wasit dan pengurus.

"Saya mencari nasihat hukum dan yakin bahwa tidak ada dalam teks yang membuat perbedaan itu. Tapi, mereka (CBF) tidak mau mendengarkan," ucap Campos.

Yang terjadi selanjutnya adalah tahun-tahun yang dihabiskan untuk bertarung dengan CBF dan Havelange. Dia berusaha untuk meningkatkan kesadaran dengan menyelenggarakan pertandingan persahabatan agar dia bisa memimpin. Beberapa melibatkan pemain wanita dan sering dibubarkan polisi. 

Pada masa rezim militer  di Brasil, tindakan semacam itu tidak dianggap ringan. Campos mengklaim ditangkap polisi setidaknya 15 kali.

Tapi, pada 1971, Campos menerima surat yang memberinya energi ekstra untuk memperjuangkan tujuannya. itu sebuah undangan untuk berpartisipasi dalam Piala Dunia Wanita tidak resmi di Meksiko. Dia tidak ingin membiarkan kesempatan itu berlalu. Tapi, dia harus melewati Havelange, yang tidak mungkin memberikan izin.

Satu-satunya cara adalah menggunakan kekuatan yang lebih tinggi. Berhubung Campos pernah menjadi ratu kecantikan yang diselenggarakan militer, dirinya memiliki akses untuk berhubungan dengan petinggi tentara. Dengan relasinya itu, dia memohon bertemu pemimpin junta, Jenderal Medici.

Pertemuan digelar saat Jenderal Medici sedang mengunjungi Belo Horizonte. Dia hanya diberi waktu tiga menit. Dia mengatakan kepadanya bahwa dia membutuhkannya untuk mengesampingkan Havelange.

"Medici menatap saya dan berkata dia ingin saya  bertemu dengannya di Istana Presiden di Brasilia dalam beberapa hari. Tak perlu dikatakan, saya takut. Kami berada di bawah kediktatoran, dan saya menantang sistem. Pikiran ditangkap atau menghilang berkecamuk di benak saya," tambah Campos.

Campos kemudian terbang ke Brasilia dan diterima Medici dengan baik untuk makan siang. Yang membuatnya heran, dia mengiriminya surat yang meminta Havelange memberikan lisensi wasit padanya. Sang jenderal juga membuat pernyataan yang mengejutkan.

"Salah satu putra Medici mengikuti karier saya dengan sangat dekat dan bahkan memiliki lembar memo dengan gambar dan artikel surat kabar tentang saya. Koleksinya bahkan lebih besar dari milik saya," ungkap Campos.

Mungkin itulah alasan Jenderal Medici setuju untuk membantu Campos melawan Havelange. Dan, pada Juli 1971 Havelange mengadakan konferensi pers tentang masalah ini. Dia mengatakan bahwa setelah "perubahan hati" Campos sekarang akan diizinkan bekerja sebagai wasit.

"Dia (Havelange) bahkan berpidato di depan pers dengan mengatakan bahwa dia merasa terhormat untuk mengumumkan bahwa Brasil akan memiliki wasit wanita pertama di dunia dan itu terjadi di bawah otoritasnya," ucap Campos.

Beberapa minggu kemudian, dia melakukan perjalanan ke Meksiko. Tapi, dia sakit dengan efek ketinggian di Mexico City dan tidak fit untuk menjadi wasit. Ketika dia kembali ke rumah, dia akhirnya diizinkan untuk melakukan pekerjaannya. Tapi, memiliki lisensi tidak melindunginya dari prasangka.

Sebagian besar dari 98 pertandingan yang dipimpin Campos adalah pertandingan divisi bawah, di seluruh Brasil. Di sana, kehadiran seorang wasit wanita dijual sebagai semacam atraksi eksotis. Intimidasi dan seksisme selalu hadir dalam karyanya dan surat kabar mencetak beberapa kartun dengan selera yang meragukan. Salah satunya menyarankan pemain akan terangsang oleh wasit wanita.

Dia mengingat pertandingan U-23 antara rival sengit Cruzeiro dan Atletico Mineiro pada 1972. "Sebelum pertandingan, seorang direktur Atletico mendekati saya dan mengangkat bajunya. Saya bisa melihat dia membawa pistol," ujar Campos.

"Cruzeiro menang 4-0 dan setelah pertandingan saya melihat orang yang sama di lorong (menuju ruang ganti). Saya bertanya kepadanya apakah dia masih ingin menembak saya. Sebaliknya, dia memeluk saya dan berkata saya memimpin dengan bagus," kata Campos.

"Oke, terkadang pemain akan sedikit marah. Ada satu orang yang menolak meninggalkan lapangan ketika saya mengusirnya. Ada saat-saat lain ketika para pemain saling menegur karena mengumpat di depan saya. Sebagian besar waktu saya merasa sangat dihormati," ungkap Campos.


Sayang, karier Campos tidak panjang. Kemudian, datang kecelakaan mengerikan yang mengubah hidupnya. Pada 1974, Campos bepergian dengan bus yang menabrak bagian belakang truk. Dia menderita luka mengerikan di kaki kirinya, yang nyaris tidak lolos dari amputasi. Untuk menambah ironi pahit pada kecelakaan itu, bus yang dia tumpangi milik perusahaan keluarga Havelange.

Campos menjalani lebih dari 100 operasi dan menghabiskan dua tahun di kursi roda. Sebagian dari perawatannya berlangsung di New York. Di sana, dia bertemu Luis Eduardo Medina, seorang penulis olahraga Kolombia yang pada akhirnya dinikahi pada 1990-an. Kemudian, dia pindah ke Amerika Serikat.

Di Nageri Paman Sam, Campos menemukan kembali hidupnya sebagai pembuat manisan dan menemukan kesuksesan khusus di antara komunitas ekspatriat Brasil di New York dan New Jersey. 

Pada tahun-tahun berikutnya, kesehatannya memburuk, dan dia mengalami dua serangan jantung. Tapi, waktu tersulitnya datang pada Mei 2020, ketika pandemi Covid-19 melanda. Suaminya kehilangan pekerjaan dan pasangan itu mengalami kesulitan keuangan yang parah. Pada satu titik, mereka harus tinggal di rumah teman karena mereka menjadi tunawisma.

Saat itulah kampanye crowdfunding diantara wasit Brasil mengumpulkan cukup uang untuk Campos dan suaminya demi menyewa sebuah apartemen di New Jersey. Mereka sedang menghadapi badai untuk saat ini.

"Apa yang mereka lakukan sangat indah, dan saya sangat berterima kasih. Itu membuat saya berpikir bahwa semua perjuangan saya tidak sia-sia dan saya telah meninggalkan warisan," kata Campos. 

Campos juga berbicara dengan bangga ketika melihat Frappart menjadi wanita pertama yang memimpin pertandingan Liga Champions pria pada 2020. "Saya merasa kesuksesan Stephanie adalah kemenangan  saya juga. Saya sadar, semua yang saya lalui berharga. Saya merasa seperti pohon tua yang masih bisa berbuah," ungkap Campos.

"Mengapa tidak pernah ada seorang wanita yang memimpin pertandingan Piala Dunia pria? Saya benar-benar berharap hal-hal telah berkembang sedikit lebih banyak. Wasit pria dan wanita menjalani pelatihan keras yang sama. Jadi, mengapa memisahkan mereka? Ini konyol,"  kata wasit yang sekarang telah berusia 77 tahun itu.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network